MediandaTerkini – Sebagai seorang suami dan sebagai imam
rumahtangga harus bisa menjalani dengan suka maupun duka. Tak hanya memberi
nafkah lahir dan batin, namun menjadi seorang suami harus bisa mengayomi serta
mendidik anak dan istrinya menuju perbaikan akhlak yang lebih sempurna. Tugas
seorang ibu berat, begitu juga seorang suami tak kalah berat. Jadi harus saling pengertian
Namun kebanyakan
suami yang remehkan atas fungsingnya sebagai kepala rumah tangga. Dan banyak
juga suami yang malah berbuat durhaka kepada istrinya. Jika seorang suami
pernah melakukan 1 diantara hal ini, berarti dia bukanlah seorang imam yang baik…
1. Suami
menyerahkan banyak urusan rumah tangga kepada istri
Alih-alih sudah bekerja, suami belum bisa memenuhi kebutuhan
hanya dengan uang. Mungkin seorang suami telah berikan uang belanja dan biaya
sekolah anak. Namun masih banyak keperluan lain. Dan ada suami yang menjadikan
kekurangan uang belanja sebagai tanggungjawab istri sendiri, padahal istri
harus susah payah membagi untuk berbagai keperluan.
Sementara mereka lebih sibuk dengan hobinya, berkumpul
dengan teman, dari pada harus dirumah membimbing isri dan anak anak dalam
pembinaan akhlaq, aqidah, dan pergaulan sehari hari. Beginilah ciri suami yang
menjadikan istrinya sebagai pemimpin rumah tangga.
Dari Abu Bakrah, ia berkata: ”Rasulullah saw.bersabda:
‘Tidak akan beruntung suatu kaum yang dipimpin oleh seorang wanita.’“ (HR.
Ahmad n0.19612 CD, Bukhari, Tirmidzi, dan Nasa’i).
Bentuk ketidakberuntungan ini adalah hilangnya wibawa suami
sehingga memberi peluang untuk istri berlaku sesukanya dalam mengatur rumah
tangga tanpa memperdulikan pendapat suami. Suami yang berbuat demikian berarti
melanggar ketentuan yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya.
2.Pelit
terhadap istri
Mereka menggenggam uangnya sendiri sementara istrinya hanya
dijatah sebagian sehingga tidak mencukupi untuk kebutuhannya. Selama kekikiran
tersebut, maka suami akan mendapatkan dosa karena telah menelentarkan belanja
istrinya.
Dari ‘Abdullah bin ‘Amr,ia berkata: ”Rasululluah bersabda:
’seseorang cukup dipandang berdosa bila ia menelantarkan belanja orang yang
menjadi tanggung jawabnya.’” (HR. Abu Dawud no.1442 CD, Muslim, Ahmad, dan
Thabarani).
Dari ”Asyah ra,bahwa Hindun binti Utbah pernah berkata:
’Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah orang yang kikir dan tidak
mau memberikan kepadaku belanja yang cukup untuk aku dan anakku, sehingga terpaksa
aku mengambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya. ”Beliau besabda: ’Ambillah
sekadar cukup untuk dirimu dan anakmu dengan wajar.” (HR. Bukhari no.4945 CD,
Muslim, Nasa’i, Abu dawud, Ibnu Majah, Ahmad, dan Darimi)
Hadist ini menerangkan bahwa istri yang diberi nafkah tidak
sesuai dengan kebutuhannya padahal mempunyai harta yang cukup maka
diperbolehkan mengambil sendiri harta itu tanpa sepengetahuan suaminya sekadar
untuk memenuhi kebutuhannya dan anaknya secara wajar.
3.Tidak
memberi tempat tinggal yang aman
Allah menjelaskan untuk para suami yang menceraikan istrinya
diwajibkan untuk tetap memberikan tempat tinggal untuknya selama masa iddah dan
tidak boleh mengurangi belanja istrinya atau mengusirnya dari rumah karena
ingin menyusahkan hatinya atau memaksanya mengembalikan harta yang pernah
diberikan kepadanya atau tujuan lain.
Jika mantan istrinya yang masih dalam masa iddah saja harus
mendapatkan hak nafkan dan tempat tinggal yang baik, maka lebih utama dan lebih
wajib lagi bagi istri sahnya untuk mendapatkan perlakuan yang lebih baik dari
pada itu.
4.Tidak
Melunasi Mahar
“Jika kalian menceraikan istri istri kalian sebelum kalian
bercampur dengan mereka, padahal kalian sudah menentukan maharnya, bayarlah
separuh dari mahar yang telah kalian tentukan itu, kecuali jika istri istri
kalian itu telah memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan
nikah. Pemberian maaf kalian itu adalah lebih dekat kepada taqwa. Janganlah
kalian melupakan kebaikan antara sesama kalian. sesungguhnya Allah maha melihat
apa yang kalian kerjakan.” (QS. Al-Baqarah (2) : 237)
Dari Maimun Al-Kurady, dari bapaknya, ia berkata: ”saya
mendengar nabi saw.(bersabda): ’siapa saja laki laki yang menikahi seorang
perempuan dengan mahar sedikit atau banyak, tetapi dalam hatinya bermaksud
tidak akan menunaikan apa yang menjadi hak perempuan itu, berarti ia telah
mengacuhkannya. Bila ia mati sebelum menunaikan hak perempuan itu, kelak pada
hari kiamat ia akan bertemu dengan Allah sebagai orang yang fasiq…’” (HR.Thabarani,
Al-Mu;jamul, Ausath II/237/1851 CD).
5.Menarik
Mahar Tanpa Keridhaan Istri
“(20) Jika kalian (para suami) ingin mengganti istri dengan
istri yang lain, sedang kalian telah memberikan kepada salah seorang diantara
mereka itu mahar yang banyak, janganlah kalian mengambilnya kembali sedikitpun.
Apakah kalian kalian akan mengambilnya kembali dengan cara cara yang licik dan
dosa yang nyata? (21) Bagaimana kalian akan mengambilnya kembali, sedangkan
kalian satu dengan lainnya sudah saling bercampur (sebagai suami istri) dan
mereka (istri istri kalian) telah membuat perjanjian yang kokoh dengan
kalian,”(QS. An-Nisaa’ (4) : 20-21)
Mahar merupakan lambang kekuasaan perempuan yang diberikan
oleh islam untuk menentukan pilihan atas laki laki yang akan mempersuntingnya.
Suami yang terlanjur menarik maharnya hendaknya segera meminta maaf kepada
istriya dan memohon ampun kepada Allah SWT.
6.Melanggar
persyaratan Istri
“Dari Uqbah bin “Amir ra, ia berkata: ”Rasulullah saw
bersabda: ’Syarat yang paling berhak untuk kalian penuhi ialah syarat yang
menjadikan kalian halal bersenggama dengan istri kalian.’”(HR.Bukhari no 2520
CD, Muslim, Tirmidzi, Abu Dawud, Ibnu Majah, Ahmad dan Darimi)
7.Mengabaikan
kebutuhan batin istri
Dari Anas ra, Nabi saw bersabda: "Jika seseorang
diantara kalian bersenggama dengan istrinya, hendaklah ia melakukannya dengan
penuh kesungguhan. Selanjutnya, bila ia telah menyelesaikan kebutuhannya
(mendapat kepuasan) sebelum istrinya mendapatkan kepuasan, janganlah ia buru
buru sampai istrinya menemukan kepuasan." (HR. ’Abdur Razzaq dan Abu
Ya’la, Jami’ Kabir II/19/1233).
Rasullullah saw bersabda: ”Janganlah sekali-kali seseorang
diantara kalian menyenggamai istrinya seperti seekor hewan bersenggama, tetapi
hendaklah ada pendahuluan diantara keduanya. ’ada yang bertanya ”Apakah
pendahuluan itu?” Beliau bersabda : ”Ciuman dan ucapan (romantis).” (HR. Abu
Syaikh).
8.Menuduh
Istri Berzina Tanpa Bukti Jelas
Karena tuduhan itu dapat merusak kehormatan dan harga diri
istri. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengaturan ketat agar suami tidak
sembarangan menuduh istrinya berzina tanpa bukti yang dipertanggung jawabkan
menurut syariat Islam.
9. Memeras
istri
"…dan janganlah kalian menerukan ikatan pernikahan
dengan mereka (istri-istri) guna menyusahkan mereka. Barang siapa berbuat
demikian, maka sungguh dia telah menganiaya dirinya sendiri…” (QS.Al-Baqarah
(2):231)
10.Suka
melakukan kekerasan
Aisyah Radhiallahu anhaa pernah bertutur: "Suamiku
tidak pernah memukul istrinya meskipun hanya sekali” (HR Nasa'i). Jika kita
termasuk umat Rasulullah apakah kita akan melanggar apa yang tidak contohkan?
Sebagai imam mari terus berbenah diri dan sebagai seorang istri yang pahalanya
sungguh besar saat menaati perintah suami yang tidak melanggar syariat islam,
sebagai istri selayaknya dukung suami agar semangat membina keluarga menuju
akhlak yang lebih baik lagi.
Semoga bermanfaat