MediandaTerkini
– Sahabat medianda terkiniMungkin hal seperti ini pernah terjadi sekitar
lingkungan anda, ketika orang tua atau mertua ikut campur dalam urusan rumah
tangga anaknya. Menjadi orang tua harus selalu belajar untuk mendewasakan akal
dan pikiran seiring bertambahnya usia. Jangan sampai sikap kurang dewasa orang
tua mempengaruhi kebahagiaan pernikahan anak-anak mereka.
sebab
ketidakbahagiaan dalam pernikahan, efeknya tidak jauh beda dengan penyakit
kronis: mematikan. Bedanya, yang satu kelihatan dan yang satunya tidak. Ketidakbahagiaan
dalam pernikahan bisa bersumber dari banyak hal. Namun secara garis besar bisa
dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Ketidakbahagiaan
dari dalam diri sendiri
Sumber
ketidakbahagiaan pernikahan yang berasal dari dalam diri sendiri misalnya
karena menikah dengan orang yang tidak dicintai & diri sendiri tidak ada
usaha untuk belajar mencintai (jadi dari awal emang udah tidakk sreg) atau bisa
dari sikap diri sendiri yang pada dasarnya emang tidak pernah bersyukur
sekalipun sudah memiliki dan mendapatkan segalanya.
2. Ketidakbahagiaan
yang berasal dari orang lain
Ketidakbahagiaan
yang berasal dari luar diri sendiri bisa terjadi karena diri mendiamkan saat
dibully (bisa karena tidak berdaya atau yang lain) sehingga pihak ketiga pun
bisa bebas semaunya. Suami suka main tangan, mertua dan ipar yang jahat,
kedatangan pihak ketiga, anak yang tidak bisa diatur, adalah beberapa contoh di
antaranya.
Sahabat
medianda terkini 2 penyebab di atas bisa berakibat fatal jika dibiarkan.
Bersikap seolah-olah kuat, sabar, & tabah bukanlah solusi sebab pasti akan
ada efeknya meski dalam bentuk tidak langsung.
Misal,
seorang istri rela dan sabar diperlakukan kasar oleh suaminya. Sekilas sikap
istri tersebut seolah bijak padahal ternyata ada efek negatifnya.
Atau,
saat mertua mempunyai menantu laki-laki, dia berusaha menjadikan si menantu
tersebut seperti dirinya dulu dan seolah tidak rela ketika menantunya bahagia
bersama anaknya, ada saja hal yang diusik seperti membandingkan dengan keluarga
yang lebih kaya dan lain sebagainya. Nah, bukankah ini juga tidak sehat?
Bukankah banyak sekali yang semacam ini? Padahal si menantu pria tidak salah
apa-apa. Dan kira-kira bagaimana perasaan orangtua si menantu pria saat ayah
mertuanya mempunyai niat seperti itu meski tidak ia sadari.
Ketidakbahagiaan
dalam pernikahan juga bisa membuat seseorang sangat tidak suka melihat orang
lain bahagia. Seperti kata pepatah hurt people hurt people. Misal, berkata-kata
pedas menyakitkan padahal orang lain tidak mengusik ketenangan hidupnya atau
tidak merebut suaminya:
“Gitu
aja dianterin, emang enggak bisa ya berangkat sendiri,” padahal sejatinya dia
ingin juga diperlakukan seperti itu.
“Kalau
aku sih emang pekerja keras ya enggak suka nganggur. Bedalah sama kamu yang di
rumah aja,” padahal dia juga mau diperlakukan seperti itu.
“Kok
gak hamil-hamil ya ntar suamimu nikah lagi lhoh,” entah apa untungnya bilang
begini. Kenapa bahagianya harus nunggu ketika perasaan orang lain hancur?
Na’udzubillah.
“Kapan
rumahmu kamu renov, itu si A baru 2 tahun nikah sudah punya mobil dan rumahnya
tingkatnya sudah mewah”, nah bagaimana perasaan menantu laki-lakinya, padahal bila
dibandingkan juga lebih banyak lelaki yang kurang beruntung dalam pekerjaanya.
“Suamimu
mandul ya, kok kamu nggak hamil-hamil“, padahal suaminya menyembunyikan masalah
sulit hamil istrinya, karena rasa sayangnya.
Atau
keusilan lainnya.
Jika
mertua/orangtua sudah seperti ini, maka bisa dihitung detik-detik kehancuran
rumah tangga anaknya.
Maka
bila disimpulkan, ketidakbahagiaan dalam pernikahan bisa membuat seorang wanita
atau laki-laki menyakiti orang lain selain dirinya (ingin membuat orang lain
menderita seperti dirinya) atau menyakiti diri sendiri (bunuh diri atau
semacamnya).
Adakah
wanita atau laki-laki yang tidak bahagia dalam pernikahan tapi tidak seperti
itu? Kenyataannya ada jika kita mau membuka mata, sangat banyak sekali
perpecahan rumah tangga hanya disebabkan campur tangan orangtua.
Jika
kita sudah tahu bahwa efek ketidakbahagiaan dalam pernikahan ini sifatnya dominan
banget, semoga kita mempunyai usaha untuk membuat pernikahan kita bahagia
sesuai dengan kondisi masing-masing. Peradaban besar dimulai dari keluarga.
Yang itu artinya untuk membentuk peradaban terbaik dibutuhkan keluarga-keluarga
yang sehat mental dan jiwanya, tidak hanya penampakan fisik saja yang
mentereng.
Semoga
kita bisa mewujudkannya demi kehidupan yang lebih damai dan jauh dari penyakit
hati. Aamiin.
Sumber: wajibbaca.com