Medianda - Inilah bahaya sihir, cara mencegah, dan cara mengatasinya.
Bahasan ini adalah kelanjutan dari tafsir surat Al-Falaq.
DALAM SURAH AL-FALAQ DIAJARKAN BERLINDUNG DARI KEJAHATAN
TUKANG SIHIR
Dalam Tafsir Jalalain disebutkan,
{ وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ } السَّوَاحِرُ تَنْفُثُ { فِى العُقَدِ } الَّتِي تَعْقِدُهَا فِي الخَيْطِ تَنْفُخُ فِيْهَا بِشَيْءٍ تَقُوْلُهُ مِنْ غَيْرِ رِيْقٍ . وَقَالَ الزَّمَخْشَرِي مَعَهُ كَبَنَاتِ لَبِيْدَ المَذْكُوْرِ .
“(dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang
menghembus), yaitu tukang-tukang sihir wanita yang menghembuskan sihirnya (pada
buhul-buhul), yang dibuat pada pintalan, kemudian pintalan yang berbuhul itu
ditiup dengan memakai mantra-mantra tanpa ludah. Zamakhsyari mengatakan, sebagaimana
yang telah dilakukan oleh anak-anak perempuan Labid yang telah disebutkan di
atas.”
Yang dimaksud dengan kejahatan di sini adalah kejahatan
sihir. Karena sihir itu yang dihembuskan pada benang-benang (pintalan), di mana
ditiupkan pada setiap pintalan tadi. Sedangkan “naftsu” adalah tiupan dari
mulut tanpa ludah. “Naftsu” inilah aktivitas tukang sihir. Sihir itu berdampak
jelek pada orang yang disihir. Sihir juga meminta pertolongan pada ruh-ruh
jahat. Orang bisa saja terkena sihir. Itu terjadi dengan izin Allah, walau
tidak Allah sukai perbuatan tersebut. Artinya secara izin Allah yang kauni
qadari itu terjadi, tetapi tidak secara izin Allah yang syari. Perbuatan sihir
yang jelas adalah perbuatan yang tidak benar, walau itu bisa terjadi dengan izin
Allah.
KENAPA DALAM AYAT DISEBUT TUKANG SIHIR PEREMPUAN?
Sebagian ulama seperti juga Jalaluddin Al-Mahalli mengatakan
bahwa tukang sihir dalam ayat ini dimaksudkan untuk tukang sihir perempuan.
Karena pendapat seperti ini menyatakan bahwa yang menyihir Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam adalah putri-putri Labid bin Al-A’sham. Ini yang menjadi
argumen dari Abu ‘Ubaidah dan yang semisal dengannya. Ini tidaklah tepat karena
yang menyihir Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah Labid bin Al-A’sham, bukan
putri-putrinya, sebagaimana disebutkan dalam hadits Bukhari dan Muslim.
Sehingga yang dimaksud an-naffaatsaat adalah ruh atau sukma
yang menyihir, bukan yang dimaksud adalah tukang sihir perempuan. Karena
pengaruh sihir itu dari ruh jahatnya. Itulah kenapa disebut dengan lafaz
muannats(perempuan), bukan lafaz mudzakkar (laki-laki). Lihat At-Tashiil li
Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual wa Jawab, hlm. 704-705.
HIKMAH DARI GHASIQ, AN-NAFFAATSAAT, DAN HAASID
Ghasiq (gelap malam) dan haasid (orang yang hasad) dalam
bentuk nakirah (tanpa alif laam) karena gelap malam tidak semuanya jelek;
begitu pula hasad itu tidak semua jelek, karena ada hasad yang terpuji (disebut
ghibtoh, yaitu ingin berlomba dengan yang lain dalam kebaikan). An-naffaatsat
(tukang sihir, dengan bentuk makrifah, ada alif lam), artinya sihir semuanya
itu berdampak jelek. Lihat At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Juz ‘Amma fii Sual
wa Jawab, hlm. 705.
APA ITU SIHIR?
Sihir itu sesuau yang samar dan halus sebabnya.
Adapun pengertian secara istilah, sihir ada dua pengertian:
1- Mantra atau jimat yang digunakan oleh tukang sihir
sebagai bentuk pengabdian pada setan untuk mencelakai orang yang hendak
disihir.
2- Obat yang berpengaruh di badan, akal, dan pikiran orang yang
disihir. Inilah yang disebut dengan shorf dan ‘athof (obat yang membuat orang
lain tertarik atau benci). (Lihat Al-Mukhtashar fi Al-‘Aqidah karya Syaikh
Khalid bin ‘Ali Al Musyaiqih, hlm. 131)
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata,
“Sihir adalah mantra-mantra yang dibacakan oleh tukang sihir untuk memudaratkan
atau membahayakan orang lain. Di antara pengaruh sihir yaitu ada yang sampai
terbunuh, jatuh sakit, atau gila. Ada juga yang pengaruhnya sampai seseorang
begitu cinta pada yang lain atau ada yang pengaruhnya hingga benci pada yang
lain. Intinya, sihir ada berbagai macam. Namun, semuanya itu diharamkan. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri berlepas diri dari sihir atau meminta
untuk orang lain disihir.” Demikian dijelaskan oleh Syaikh dari penjelasan
beliau terhadap kitab Riyadh Ash-Shalihin karya Imam Nawawi, 6:573, terbitan
Darul Wathan.
SIHIR DAN MACAMNYA
Tentang nyatanya sihir ditunjukkan pada firman Allah,
وَمِنْ شَرِّ النَّفَّاثَاتِ فِي الْعُقَدِ
“Dan dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang
menghembus pada buhul-buhul.” (QS. Al Falaq: 4). Meminta perlindungan pada
Allah–Sang Khaliq–dari sihir di sini menunjukkan bahwa hakikatnya sihir itu
ada.
Begitu juga firman Allah Ta’ala,
فَيَتَعَلَّمُونَ مِنْهُمَا مَا يُفَرِّقُونَ بِهِ بَيْنَ الْمَرْءِ وَزَوْجِهِ
“Maka mereka mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang
dengan sihir itu, mereka dapat menceraikan antara seorang (suami) dengan
istrinya.” (QS. Al-Baqarah: 102). Sesuatu yang dipelajari itu menunjukkan bahwa
sihir itu ada. Jadi sihir hakikatnya memang ada. Sebagaimana juga ada riwayat
dalam Shahih Bukhari yang menunjukkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
pernah terkena sihir di mana beliau seakan-akan melakukan sesuatu, tetapi
kenyataannya tidak.
Ada pendapat yang lain yang mengatakan bahwa sihir itu
hanyalah tipuan pandangan, tidak ada hakikatnya. Inilah yang dipahami oleh kaum
Mu’tazilah–para pengagum akal–. Mereka berdalil dengan firman Allah mengenai
sihirnya Nabi Musa ‘alaihis salam,
قَالَ بَلْ أَلْقُوا فَإِذَا حِبَالُهُمْ وَعِصِيُّهُمْ يُخَيَّلُ إِلَيْهِ مِنْ سِحْرِهِمْ أَنَّهَا تَسْعَى
“Berkata Musa: “Silahkan kamu sekalian melemparkan.” Maka
tiba-tiba tali-tali dan tongkat-tongkat mereka, terbayang kepada Musa
seakan-akan ia merayap cepat, lantaran sihir mereka.” (QS. Thaha: 66).
Namun, yang benar sebagaimana keyakinan Ahlus Sunnah wal Jama’ah,
sihir itu ada, ada hakikatnya.
Sihir pertama, sihir yang bisa membuat orang lain jatuh
sakit, bahkan bisa mematikan yang lain.
Sihir kedua, sihir yang hanya menipu pandangan, seperti pada
dunia sulap yang kita sering perhatikan di layar kaca. Sihir seperti ini menipu
pandangan, seakan-akan si pesulap masuk api padahal tidak, seakan-akan ia
menikam dirinya sendiri padahal hanyalah mengelabui.
Jika dipahami demikian, maka kita dapat mengompromikan
berbagai macam dalil tentang sihir. Namun, perlu dipahami bahwa sihir atau
sulap tidaklah bisa merubah bentuk suatu benda, misal batu atau besi diubah
menjadi emas. Jika memang bisa demikian tentu saja tukang sihir seperti ini
akan menjadi orang terkaya di jagad raya.
BAHAYA SIHIR: TUKANG SIHIR ITU KAFIR?
Apakah tukang sihir itu dihukumi kafir?
Para ulama dalam hal ini berbeda pendapat.
Pendapat pertama, tukang sihir itu kafir. Inilah yang
dikatakan oleh mayoritas ulama, yaitu Imam Abu Hanifah, Imam Malik dan Imam
Ahmad rahimahumullah. Dalilnya adalah firman Allah Ta’ala,
وَمَا كَفَرَ سُلَيْمَانُ وَلَكِنَّ الشَّيَاطِينَ كَفَرُوا يُعَلِّمُونَ النَّاسَ السِّحْرَ
“Padahal Sulaiman tidak kafir (tidak mengerjakan sihir),
hanya syaitan-syaitan lah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia.” (QS. Al-Baqarah: 102). Dalil ini yang menunjukkan bahwa
tukang sihir itu kafir.
Pendapat kedua, kalau sifat sihirnya ada unsur kekafiran,
maka tukang sihir tersebut kafir. Jika tidak demikian, maka tidaklah kafir.
Sebagaimana ada riwayat dari ‘Aisyah bahwa ia tidak membunuh tukang sihir dari
budak wanita. Riwayat ini disebutkan oleh ‘Abdurrozaq, Al Baihaqi, dan Ibnu
Hazm dengan sanad yang shahih. Tidak membunuh tukang sihir di sini menunjukkan
tidak kafirnya. Karena hukum asalnya, Islam seseorang tetap ada.
Rincian paling bagus mengenai hukum sihir adalah:
1- Sihir yang dihukumi kafir yaitu jika ada di dalamnya
meminta pertolongan pada setan. Karena ketika itu tukang sihir melakukan amalan
sebagai bentuk pengabdian atau ibadah pada setan.
2- Sihir yang dihukumi dosa besar yaitu sihir dengan bantuan
obat atau ramuan.
BAHAYA SIHIR: TUKANG SIHIR KENA HUKUMAN MATI
Antara kafirnya tukang sihir dan hukum membunuhnya adalah
masalah yang berbeda. Mengenai hukuman mati untuk tukang sihir, para ulama
berbeda pendapat.
Pendapat pertama, menurut Imam Malik dan Imam Ahmad, tukang
sihir dihukum mati.
Pendapat kedua, tidak dihukum mati kecuali jika melakukan
sihir sampai derajat kekafiran. Inilah pendapat Imam Syafi’i sebagaimana
disebutkan oleh At-Tirmidzi dalam kitab Jami’nya.
Pendapat yang lebih tepat, tukang sihir itu dihukum mati
secara mutlak, baik bentuk sihirnya dihukumi kafir atau hanya dosa besar.
Ada beberapa riwayat yang mendukung pendapat ini.
Dari Jundub, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
حَدُّ السَّاحِرِ ضَرْبَةٌ بِالسَّيْفِ
“Hukuman bagi tukang sihir adalah dipenggal dengan pedang.”
(HR. Tirmidzi, no. 1460, yang tepat hadits ini mawquf, hanya perkataan Jundub
sebagaimana diriwayatkan oleh Ad Daruquthni dengan sanad yang shahih).
Dalam Shahih Al-Bukhari, dari Bajalah bin ‘Abadah, ia
berkata bahwa ‘Umar bin Al-Khaththab pernah menulis surah dan memerintahkan
membunuh setiap tukang sihir laki-laki dan perempuan. Bajalah berkata, “Kami
telah membunuh tiga tukang sihir.”
Namun perkataan “setiap tukang sihir” terdapat dalam Musnad
Imam Ahmad, bukan dalam Shahih Al-Bukhari.
Dari Hafshah radhiyallahu ‘anha, ia memerintahkan untuk
menghukum mati budak perempuan yang telah menyihirnya. Budak itu pun lantas
dibunuh. Hadits ini diriwayatkan oleh Malik dalam Muwatho’nya.
Imam Ahmad sampai berkata, “Ada tiga sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berpendapat bahwa tukang sihir itu dihukum
mati.”
Pendapat yang mengatakan tukang sihir dihukum mati, itulah
yang lebih tepat. Wallahu a’lam.
CARA MENGOBATI ATAU MENGATASI SIHIR
Ada dua cara yang dilakukan dalam mengobati sihir, santet,
kena guna-guna, atau penyebutan semisalnya:
1- Dengan membacakan Al-Qur’an, do’a atau dzikir yang mubah.
Seperti ini dibolehkan berdasarkan keumuman dalil yang
membolehkan ruqyah. Di antara dalilnya adalah,
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأَشْجَعِىِّ قَالَ كُنَّا نَرْقِى فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقُلْنَا يَا رَسُولَ اللَّهِ كَيْفَ تَرَى فِى ذَلِكَ فَقَالَ « اعْرِضُوا عَلَىَّ رُقَاكُمْ لاَ بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيهِ شِرْكٌ »
Dari ‘Auf bin Malik Al-Asyja’iy, ia berkata, “Kami melakukan
ruqyah di masa jahiliyah, lalu kami berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimana
pendapatmu dengan ruqyah yang kami lakukan?” Beliau bersabda, “Coba tunjukkan
padaku ruqyah yang kalian lakukan. Ruqyah boleh saja selama di dalamnya tidak
terdapat kesyirikan.” (HR. Muslim, no.
2200).
Dari ‘Imran bin Hushain, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda,
لاَ رُقْيَةَ إِلاَّ مِنْ عَيْنٍ أَوْ حُمَةٍ
“Tidak ada ruqyah kecuali pada penyakit karena mata hasad
(dengki) atau karena sengatan binatang.” (HR. Abu Daud no. 3884 dan Tirmidzi
no. 2057. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
2- Mengobati sihir dengan sihir yang semisal.
Para ulama berselisih pendapat mengenai cara kedua ini.
Namun, yang lebih tepat adalah tidak mengobati sihir dengan sihir. Demikian
pendapat Al Hasan Al Bashri, Syaikh Sulaiman bin ‘Abdillah (penulis kitab
Taisir Al-‘Azizil Hamid) dan jadi pendapat Syaikh Muhammad bin Ibrahim (mufti
Kerajaan Saudi Arabia di masa silam).
Di antara dalilnya adalah:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ سُئِلَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ النُّشْرَةِ فَقَالَ « هُوَ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ »
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata
bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang nusyrah.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Itu termasuk amalan setan.”
(HR. Abu Daud, no. 3868 dan Ahmad, 3:294, juga dikeluarkan oleh Bukhari dalam
Tarikh Kabir, 7:53. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini
hasan).
Yang dimaksud nusyrah yang terlarang di sini adalah
mantra-mantra yang dilakukan oleh orang-orang jahiliyah seperti dengan
menggunakan jimat-jimat. Itu termasuk amalan setan. Nusyroh yang dimaksud
bukanlah dengan membacakan surah ta’awudzat (surah Al-Ikhlas, surah Al-Falaq
dan surah An-Naas) atau dengan menggunakan ramuan yang mubah. (Lihat Taisir
Al-‘Aziz Al-Hamid, 2:846)
Syaikh Shalih Alu Syaikh hafizhahullah berkata, “Yang
namanya sihir di dalamnya jin mengabdi pada tukang sihir dengan syarat tukang
sihir tersebut berbuat syirik kepada Allah selamanya. Begitu pula menghilangkan
sihir juga harus menghilangkan sebab sihir tersebut. Sihir tersebut bisa
terjadi karena pengabdian setan jin kepada tukang sihir. Nah, inilah yang perlu
diatasi. Kalau sihir diatasi dengan sihir, maka mesti tukang sihir kedua juga
meminta bantuan pada jin yang lain untuk mengatasi sihri yang pertama.”
(At-Tamhid, hlm. 349).
TUKANG SIHIR BERTAUBAT
Ada dua pendapat dari para ulama mengenai hal ini.
Pendapat pertama, taubat tukang sihir tidaklah diterima.
Inilah pendapat dalam madzhab Hambali. Kalau demikian, ia tetap dikenai hukuman
mati–saat diterapkan hukum Islam–. Itulah hukum secara lahiriyah. Adapun di
batin, itu adalah urusan dia dengan Allah. Jika memang taubatnya benar-benar
jujur, moga Allah maafkan. Bila ternyata dusta, maka ia dihukumi secara
lahiriyah.
Pendapat kedua, taubat tukang sihir diterima. Hal ini
berdasarkan keumuman firman Allah Ta’ala,
قُلْ يَا عِبَادِيَ الَّذِينَ أَسْرَفُوا عَلَى أَنْفُسِهِمْ لَا تَقْنَطُوا مِنْ رَحْمَةِ اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا إِنَّهُ هُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ
“Katakanlah: “Hai hamba-hamba-Ku yang malampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az-Zumar: 53).
Begitu pula dalam hadits, dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوبَ مُسِىءُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا
“Sesungguhnya Allah -‘azza wa jalla- membentangkan
tangan-Nya pada malam hari untuk menerima taubat dari yang berbuat dosa di
siang hari. Dia pun membentangkan tangan-Nya pada siang hari untuk menerima taubat
dari yang berbuat dosa di malam hari. Taubat terus diterima sampai matahari
terbit dari arah tenggelamnya (arah barat).” (HR. Muslim, no. 2759).
Dari hadits Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
إِنَّ اللَّهَ يَقْبَلُ تَوْبَةَ الْعَبْدِ مَا لَمْ يُغَرْغِرْ
“Sesungguhnya Allah menerima taubat hamba selama nyawa belum
sampai di tenggorokan.” (HR. Tirmidzi, no. 3537 dan Ibnu Majah, no. 4253.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Dalil yang menyebutkan bahwa taubat setiap orang diterima
amatlah banyak. Namun tentu saja bisa dikatakan taubatnya diterima jika memang
ada bukti bahwa ia jujur dalam taubatnya.
CARA MENCEGAH SIHIR
Sebagaimana disebutkan oleh mufti Kerajaan Saudi Arabia di
masa silam, Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, ada beberapa sebab
seseorang bisa mudah terkena sihir:
1- Lalai dari mengingat Allah
2- Tidak mau perhatian pada ketaatan (ibadah)
3- Tidak mau perhatian pada dzikir-dzikir syar’i (seperti
dzikir pagi, dzikir petang, dzikir sebelum tidur, dzikir ketika masuk kamar
mandi, -pen)
Sedangkan orang yang senantiasa berdzikir, rajin ibadah dan
perhatian dengan dzikir-dzikir yang ada dasarnya, maka asalnya ia selamat dari
gangguan sihir. Orang yang istiqamah menjalankan hal-hal tersebut akan selamat
dari penguasaan setan. Beda halnya dengan yang gemar maksiat dan lalai dari
mengingat Allah, sangat rentan sekali mendapatkan gangguan dan was-was setan.
(Fatawa Nur ‘ala Ad-Darb, 3:298)
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَنْ يَعْشُ عَنْ ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ
“Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Rabb Yang Maha
Pemurah (Al Quran), kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan
itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya.” (QS. Az-Zukhruf: 36).
Kalau orang Arab menyebut “ya’syu a’in”, maksudnya adalah
pandangan melemah atau pandangan menjadi kabur. Sehingga maksud “ya’syu ‘an
dzikrir rohman”, yaitu pandangannya tertutup dari Al Quran, artinya tidak mau
memperhatikan Al Qur’an.
Akibat dari berpaling dari Al-Qur’an, akhirnya dijadikan setan
tidak berpisah darinya. Lihat bahasan Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu
Katsir dan Zaad Al-Masiir karya Ibnul Jauzi.
Sebagaimana diterangkan oleh Syaikh As-Sa’di rahimahullah,
yang dimaksud dengan ayat di atas adalah yang lalai dari Al-Qur’an Al-‘Azhim,
itulah dzikir Ar-Rahman. Al-Qur’an tersebut itulah wujud kasih sayang Allah
pada hamba-Nya. Siapa yang menerima dzikir yang mulia ini, berarti ia telah
menerima karunia yang besar, ia benar-benar telah beruntung. Adapun yang
berpaling dari Al-Qur’an, bahkan menolaknya, dialah yang berhak mendapatkan
kerugian dan tidak ada lagi kebahagiaan setelah itu selamanya. Akibat buruk
pula bagi yang berpaling dari Al-Qur’an adalah akan senantiasa ditemani oleh
setan, lalu setan akan menjerumuskan dalam maksiat. Lihat Taisir Al-Karim
Ar-Rahman, hlm. 813.
Kesimpulannya, siapa yang lalai dari Al Qur’an, lalai dari
dzikir, lalai dari shalat dan ibadah, maka akan mudah diganggu setan. Sedangkan
sihir itu berasal dari setan.
DOA MEMINTA PERLINDUNGAN DARI SIHIR DAN SANTET
Do’a yang biasa diucapkan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
untuk meminta perlindungan untuk Hasan dan Husain, yaitu:
أَعُوذُ بِكَلِمَاتِ اللَّهِ التَّامَّةِ مِنْ كُلِّ شَيْطَانٍ وَهَامَّةٍ ، وَمِنْ كُلِّ عَيْنٍ لاَمَّةٍ
“’AUDZU BI KALIMAATILLAHIT TAAMMATI MIN KULLI SYAITHONIN WA
HAAMMATIN WA MIN KULLI ‘AININ LAAMMATIn (aku berlindung dengan kalimat-kalimat
Allah yang telah sempurna dari godaan setan, binatang beracung dan dari
pengaruh ‘ain yang buruk).” (HR. Bukhari, no. 3371).
Dalam hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
dulu bapak kalian yaitu Nabi Isma’il dan Ishaq meminta perlindungan pada Allah
dengan do’a tersebut.
Yang dimaksud dengan berlindung dengan kalimat Allah adalah
Al-Qur’an, ada pula yang menyatakan nama dan sifat Allah. Kalimat Allah sendiri
disifatkan dengan sempurna karena tak mungkin dalam nama Allah terdapat sifat
kekurangan dan aib seperti pada kalam manusia. Juga ada ulama yang mengatakan
bahwa maksud sempurna adalah bermanfaat, terjaga dari kekurangan dan sudah
mencukupi.
Sedangkan hammah yang dimaksud dalam doa tersebut adalah
kita berlindung dari segala sesuatu yang beracun yang bisa mematikan.
Adapun yang terakhir adalah meminta perlindungan dari ‘ain
yang buruk, maksudnya ‘ain yang apabila mengenai seseorang bisa berdampaik
buruk. (Lihat Tuhfah Al-Ahwadzi bi Syarh Jaami’ At-Tirmidzi, 6:212).
Allahu A'lam
sumber : rumaysho.com