Medianda - Zaman sekarang banyak anak lahir karena hubungan terlarang. Bagaimana status anak hasil zina dengan ayah biologisnya?
ilustrasi gambar
Pertanyaan:
“Bismillāh. Afwan, ana izin bertanya kepada ustadz mengenai
status anak di luar nikah dengan ayah biologisnya, apakah mereka mahram atau
tidak?”
Jawaban:
Kalau di negeri kita, sudah dinikahkan antara ayah biologis
dan ibunya, maka anak itu anaknya sehingga jadi mahram. Dan bapak biologis
dalam hal ini menjadi bapaknya karena tidak ada laki-laki lain yang mendebat
itu sebagai anaknya.
Berikut beberapa alasan dari pendapat ini.
وروى الدارمي في “السنن”
(3106) عَنْ بُكَيْرٍ عَنْ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ قَالَ: ” أَيُّمَا رَجُلٍ أَتَى إِلَى غُلَامٍ يَزْعُمُ أَنَّهُ ابْنٌ لَهُ وَأَنَّهُ زَنَى بِأُمِّهِ ، وَلَمْ يَدَّعِ ذَلِكَ الْغُلَامَ أَحَدٌ : فَهُوَ يَرِثُهُ “.
قَالَ بُكَيْرٌ : وَسَأَلْتُ عُرْوَةَ عَنْ ذَلِكَ ، فَقَالَ مِثْلَ قَوْلِ سُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ ” .
Ada riwayat dari Ad-Darimi dalam As-Sunan (3106) bahwa
Sulaiman bin Yasar berkata,
“Laki-laki mana saja datang kepada seorang anak lantas ia
mengatakan bahwa itu anaknya, sebelumnya ia telah berzina dengan ibu anak
tersebut, lantas tak ada yang lain yang mengklaim sebagai anaknya, maka anak
tersebut boleh boleh diberikan waris.”
Bukair berkata, “Aku bertanya pada ‘Urwah tentang hal ini,
maka ia menjawab sebagaimana pendapat Sulaiman bin Yasar.”
قال ابن القيم : ” كَانَ إِسْحَاقُ بْنُ رَاهَوَيْهِ يَذْهَبُ إِلَى أَنَّ الْمَوْلُودَ مِنَ الزِّنَى إِذَا لَمْ يَكُنْ مَوْلُودًا عَلَى فِرَاشٍ يَدَّعِيهِ صَاحِبُهُ ، وَادَّعَاهُ الزَّانِي : أُلْحِقَ بِهِ … وَهَذَا مَذْهَبُ الْحَسَنِ الْبَصْرِيِّ ، رَوَاهُ عَنْهُ إسحاق بِإِسْنَادِهِ فِي رَجُلٍ زَنَى بِامْرَأَةٍ، فَوَلَدَتْ وَلَدًا، فَادَّعَى وَلَدَهَا فَقَالَ: يُجْلَدُ وَيَلْزَمُهُ الْوَلَدُ.
وَهَذَا مَذْهَبُ عُرْوَةَ بْنِ الزُّبَيْرِ وَسُلَيْمَانَ بْنِ يَسَارٍ”. انتهى من “زاد المعاد”
(5/381)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Ishaq bin Rahawaih
berpendapat tentang anak yang dilahirkan dari zina, jika tidak ada pihak lain
yang mengklaim bahwa itu anaknya, sedangkan yang berzina itu mengakuinya, maka
anak tersebut disandarkan pada ayah biologisnya. Ini juga yang jadi pendapat
Al-Hasan Al-Bashri. Hal ini diriwayatkan dari Ishaq dengan sanadnya tentang
laki-laki yang berzina dengan seorang wanita, lalu lahirlah anak dari hasil
hubungan zina tersebut. Lalu laki-laki tersebut mengaku itu anaknya, maka ia
dikenakan hukuman cambuk dan anak itu dinasabkan padanya. Ini juga yang jadi
pendapat ‘Urwah bin Az-Zubair dan Sulaiman bin Yasar. Demikian dinukil dari
Zaad Al-Ma’ad, 5:381.
قال ابن قدامة : ” وَرَوَى عَلِيُّ بْنُ عَاصِمٍ ، عَنْ أَبِي حَنِيفَةَ ، أَنَّهُ قَالَ : لَا أَرَى بَأْسًا إذَا زِنَى الرَّجُلُ بِالْمَرْأَةِ فَحَمَلَتْ مِنْهُ ، أَنْ يَتَزَوَّجَهَا مَعَ حَمْلهَا ، وَيَسْتُرَ عَلَيْهَا ، وَالْوَلَدُ وَلَدٌ لَهُ “. انتهى من “المغني”
(9/123).
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata, “’Ali bin ‘Aashim, dari
Abu Hanifah, ia berkata, aku tidaklah mempermasalahkan jika ada seorang
laki-laki yang berzina dengan seorang wanita, lantas wanita tersebut hamil,
kemudian laki-laki itu menikahinya dan menutupinya, maka anak tersebut menjadi
anaknya.” Dinukil dari Al-Mughni, 9:123.
Inilah pendapat yang dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah rahimahullah, dan muridnya Ibnul Qayyim.
Ibnu Muflih rahimahullah berkata, “Guru kami, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah bahwa anak hasil zina dan tidak ada ranjang (artinya tidak ada
laki-laki lain yang mengakui sebagai anaknya kecuali laki-laki itu saja), maka
anak tersebut menjadi anaknya.” (Al-Furu’, 6:625)
Ulama belakangan yang memilih pendapat ini adalah Syaikh
Muhammad Rasyid Ridha dalam Tafsir Al-Manaar dan Syaikh Ibnu ‘Utsaimin dalam
Syarh Al-Mumthi’, 12:127.
Lalu bagaimana dengan hadits anak zina tidak disandarkan
pada laki-laki yang menzinainya?
Jika wanita yang dizinai dzatu firasy, yaitu sudah bersuami,
lalu ia berzina dengan laki-laki lain, maka anak ini dinasabkan pada suaminya.
Anak ini tetap disandarkan pada suaminya yang sah berdasarkan ijmak para ulama
(kata sepakat) kecuali jika ada li’an (saling melaknat antara suami istri)
karena ada laki-laki lain yang mengaku itu adalah anak hasil hubungan
dengannya. Karena dari Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
الْوَلَدُ لِلْفِرَاشِ ، وَلِلْعَاهِرِ الْحَجَرُ
“Anak itu disandarkan pada pemilik ranjang, sedangkan yang
berzina hanya mendapatkan batu saja (artinya: tidak mendapatkan hak apa-apa
dari anak).” (HR. Bukhari, no. 6749 dan Muslim, no. 1457)
Ibnu Qudamah rahimahullah dalam Al-Mughni (9:123),
وَأَجْمَعُوا عَلَى أَنَّهُ إذَا وُلِدَ عَلَى فِرَاشٍ رَجُلٍ ، فَادَّعَاهُ آخَرُ : أَنَّهُ لَا يَلْحَقُهُ
“Para ulama sepakat bahwa jika ada anak lahir dengan
laki-laki lain padahal si wanita sudah bersuami, lantas laki-laki lain
mengklaim itu anaknya, maka tidak disandarkan pada laki-laki yang berzina
tadi.”
Catatan:
Pendapat yang dinukilkan di atas bukan berarti menghalalkan
zina, zina tetap haram.
Namun permasalahan anak disandarkan pada ayah biologisnya
dirinci menjadi dua: (1) jika yang dizinai adalah perempuan yang sudah
bersuami, maka anak disandarkan pada suami, laki-laki yang berzina tidak
mendapatkan apa-apa; (2) jika yang dizinai adalah wanita yang tidak bersuami,
maka anak bisa disandarkan pada laki-laki yang menzinainya.
Catatan terakhir ini, moga bisa diperhatikan. Moga jadi ilmu
yang bermanfaat.
Semoga Allah beri taufik dan hidayah.
sumber : rumaysho.com