Benda itu masih diam. Sesekali si empunya memandangi benda itu dengan hati penuh harap. Sudah beberapa hari handphone biasa yang hanya bisa digunakan untuk SMS dan telepon itu tak berbunyi sama sekali. Dalam beberapa kesempatan, si bapak ini hanya bisa memandanginya.
Dan sesekali dengan berkaca-kaca. Sebelum berangkat bekerja, sepulang dari bekerja, ia sempatkan untuk menengok handphonenya.
Dan yang dia dapati tetap sama, dengan mata berkaca-kaca. Bapak ini memang tak begitu pandai mengoperasikan handphonenya. Di usianya yang lebih dari 50 tahun ini, ia baru saja memiliki handphone. Karena di saat itu, semua putra-putrinya tak ada di rumah. Bahkan, yang dia tahu hanya bahwa tombol berwarna hijau untuk menerima telepon dan tombol berwarna merah untuk mematikan telepon.
Rindu. Ya, mungkin itu yang sedang ia rasakan. Yang ia hajatkan untuk anaknya. Ia rindu dengan suara anaknya. Ia ingin tahu bagaimana keadaan anaknya, apakah ia baik-baik saja. Dan hanya handphone itu yang bisa mengobati rindunya. Sesekali ia membolak-balik handphonenya, bilakah ada yang rusak dengannya. Atau yang lebih ia takuti, apa yang terjadi dengan anaknya. Dan apa daya, yang bisa ia lakukan hanya menunggu.
“Nak, tolong perbaiki hape ini.” Pinta bapak itu kepada pemuda di toko handphone ketika pagi-pagi ia membawanya ke sana.
“Iya, pak. Silakan duduk dulu.” Jawab pemuda itu dengan wajah sumringah.
“Bapak,” kata pemuda itu beberapa saat kemudian, “handphone bapak ini tidak rusak, masih berfungsi dengan baik.”
Sang bapak yang mendengar penuturan pemuda itu hanya terdiam. Sesaat kemudian dengan bulir bening menetes dari matanya ia berkata lirih. “Tetapi kenapa tidak ada telepon dari anak saya?”
Kisah ini menginsyafkan kita bahwa orang tua adalah pemegang peran penting kesuksesan kita. Sedang ketika sukses itu telah kita dapat, giliran kitalah pemegang secarik kebahagiaan mereka. Bukan harta yang ia minta, bahkan ia lebih ridha harta itu jadi milik buah hatinya. Yang ia harap hanya waktu kita untuknya, kasih sayang kita untuknya.
Betapa beruntung kita memiliki orang tua yang sangat menyayangi anak-anaknya. Betapa beruntung kita memiliki orang tua yang di setiap peluhnya bahkan ia relakan untuk kita. Betapa beruntungnya kita memiliki orang tua yang dengan segala kurang dan lebihnya kita, ia selalu kedepankan kesabarannya. Dan betapa dzalimnya kita, kesibukan mengalihkan perhatian kita padanya.
Di mana pun kita berada, merekalah tempat ternyaman untuk kembali. Untuk menceritakan segala cerita. Untuk mengembalikan lagi asa.
Hingga kita terus kuat memperjuangkan apa yang kita pilih. Bahkan ketika di tanah rantau untuk mengumpulkan ilmu, atau bahkan memperjuangkan cita-cita.
Maka kelak, ada saatnya kita harus kembali.
Berada di samping mereka. Memberikan apa yang bisa kita beri. Mempersembahkan apa yang bisa kita persembahkan. Yang terbaik.
Demikianlah, orang tua selalu bisa menjadi sebab seorang anak jadi penghuni surga.
“Orang tua adalah pintu surga yang paling tengah. Engkau bisa sia-siakan pintu itu atau engkau bisa menjaganya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Atau bahkan sebaliknya, menjadi penyebab murkanya Allah. Semoga kita terhindar dari hal ini.
Dari Abdullah bin ‘Amr beliau berkata, Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Ridha Allah pada ridha orang tua dan murka Allah pada murka orang tua.” (HR. Al-Baihaqy)
Tersebab kita ingin meraih cinta Allah, kita pun harus mencintai orang tua. Maka ketika cinta itu sudah jadi pilihan, akan kita lakukan apa yang membuatnya suka. Dan akan kita jauhi apa yang tak ia perbolehkan. Dan cinta itu akan tumbuh jadi cintanya Allah. Insya Allah.dikutip dari dakwatuna.com
Karena kita yakin, pintu surga paling tengah adalah mereka. Maka jangan sia-siakan. Raihlah dan jagalah. Orang tua, ialah kata yang paling menggetarkan hati setiap anak.
Wallahu a’lam bishshawab.