MediandaTerkini - Mendapatkan kebahagiaan serta ketenangan
bathin setelah menjadi seorang muslim. Inilah yang dirasakan Herman Halim,
Direktur Utama Bank Maspion yang menyandang status mualaf sejak 2004 lalu.
Banyak berkah yang didapat setelah hijrahnya dari keyakinan lama ke ajaran
Islam.
Arek Suroboyo asli kelahiran 1953 ini menyatakan,
peralihannya menjadi seorang muslim, bukan tanpa sebab. Ada satu contoh yang
sangat nyata yang terjadi di depan matanya, yaitu perubahan sikap total dari
putra bungsunya, Andrew, yang sejak kecil hidup dan tinggal di Australia.
“Kami berjauhan sejak lama. Dia di sana dengan kakak dan
mamanya, sementara saya di sini.”
“Namun, saya berkomunikasi intens dengan dia meski kami
hanya melakukannya dengan ngobrol di telepon atau ketemu dua-tiga kali setahun
kalau saya ke Australia,” ujar bankir bersahaja.
Dia mengaku, meski berjauhan dan jarang bertemu, hubungannya
dengan keduanya tidak ubahnya seperti teman main bola yang baru raja
memenangkan pertandingan. Selalu seru dan tidak ada yang ditutup-tutupi. Dari curhat-curhatan
yang demikian hangat, sebagai seorang ayah, Herman Halim mengetahui benar
kondisi anaknya yang tinggal di Negeri Kanguru itu tidak baik.
Andrew yang saat itu beranjak remaja mulai sering bercerita,
dia sering melakukan hal yang buruk. Mulai dari tawuran sampai minum-minuman
keras dilakoninya.
“Saya sudah merasa khawatir juga dengan sikap anak saya yang
masih berumur kurang dari 15 tahun, tapi sudah ‘super nakal’ seperti itu.
Namun, saya juga bingung karena tidak punya pegangan. Apalagi, anak saya ini
bukan tipe orang yang dibilangi jangan A terus tidak melakukan A. Dia harus
mendapat jawaban yang pasti dan argumentasi yang kuat untuk bisa diyakinkan,”
ungkapnya.
Karena kesupernakalan ini pula Herman sempat pesimistis
dengan masa depan sang anak. Dari beberapa kali percakapan lewat telepon,
Andrew menyatakan sudah tidak berminat meneruskan pendidikannya. Andrew tidak
ingin masuk ke sekolah setingkat SMA, apalagi kuliah. Tujuan hidupnya juga
tidak jelas.
Beruntung, meski memiliki sikap keras, Andrew dan kakaknya
adalah anak supel dan tidak mau hanya berkutat dengan teman-temannya sesama
orang Indonesia di Australia.
Karena mudah bergaul ini, Andrew mendapatkan banyak teman.
Mulai dari anak-anak Australia tulen, sampai rekan-rekan perantau dari
Singapura, HongKong, Malaysia, Eropa, bahkan dari negara-negara Timur Tengah
seperti Iran, Irak, Lebanon, dan beberapa negara Islam lainnya.
Herman menuturkan, saat bergaul dengan banyak teman ini,
Andrew sering diajak beribadah di beberapa agama secara bergantian oleh
kawan-kawannya. Kadang ke Gereja, hari lain dia ke tempat pemujaan agama lain.
Sampai suatu hari pada 2000, Andrew menelepon sang ayah dan menyatakan akan
memeluk agama Islam.
“Saat itu saya terkejut juga waktu dia bilang, Pa, aku mau
memeluk Islam’. Karena perangainya yang harus yakin benar untuk bisa berbuat
sesuatu, saya tidak bertanya banyak soal niatnya itu. Saya hanya nanya apa you
yakin mau jadi muslim? Dia jawab, yakin,” ujarnya.
Pertanyaan selanjutnya, tentu saja adalah alasan bungsu
supernakalnya tersebut untuk memeluk agama yang dibawa Nabi Muhammad SAW itu.
Tak disangka, sang anak bisa memberikan jawaban yang rasional.
“Dia bilang sudah baca kitab-kitab agama-agama lain. Menurut
dia, semuanya bagus-bagus, tidak ada yang buruk. Namun, saat akan menyampaikan
ke oranglain, dia bilangsusah. Beda dengan ajaran Islam, kata dia, lebih mudah
disampaikan,” ungkapnya.
Yang mengejutkan, setelah memeluk Islam, Andrew yang dulu
begitu suka berkelahi dan membuat onar bisa berubah 180 derajat. Sikapnya
sangat santun, lembut, dan alim.
Takzim Andrew kepada ayahnya terasa kental setiap kali
pertemuan atau saling sapa lewat telepon. Andrew bahkan mengungkapkan niatnya
untuk terus sekolah hingga jenjang perguruan tinggi, yang saat ini sudah
dibuktikan dengan kelulusannya sebagai sarjana Accounting dari University
Murdoch Australia.
Perubahan sikap sang putra membuat Herman Halim penasaran
dengan ajaran Islam. Lalu ia mulai mencari berbagai referensi dan berdiskusi
dengan putranya soal Islam.
“Tadinya, bertahun-tahun keyakinan saya tidak jelas. Kadang
jadi seorang pemeluk Budha, kadang jadi Nasrani, kadang Hindu. Kemudian saya belajar
soal Islam dan menemukan kesejukan di sana,” ujarnya.
Pada 2004, Halim resmi menjadi seorang muslim. Saat itu
keluarga dan kerabatnya terkaget-kaget. Dalam ingatannya, pada tahun-tahun
pertama menjadi mualaf, berkali-kali ia mendapat kecaman dan kritik dari
kawan-kawannya yang nonmuslim. la juga berulang-ulang ditarik untuk kembali ke
ajaran-ajaran yang sebelumnya ia peluk.
Apalagi, saat itu kondisi umat Islam menurutnya sedang
berada di titik nadir, yaitu benar-benar terpojok oleh situasi keamanan global
dari maraknya terorisme seperti pada peristiwa 11 September di NewYork dan
rangkaian ledakan bom di Bali.
“Karena itu, banyak kerabat yang khawatir dengan keislaman
saya. Ada yang khawatir saya dicekal kalau mau ke Amerika atau dari sini sudah
tidak diberi paspor sehingga tidak bisa bepergian ke luar negeri, sementara
pekerjaan saya membutuhkan itu,” ucapnya merunut cerita.
Ia tetap yakin memeluk agama Islam. Sebab, dari beberapa
pengalaman, ada keajaiban setelah ia menjadi muslim. Salah satunya saat grup
usaha Maspion didera persoalan pada 2005. Bank Maspion yang sebenarnya tidak
memiliki sangkut paut, mau tidak mau ikut merasakan kegelisahan.
“Waktu itu dengan keyakinan kalau memang kami tidak
bermasalah pasti akan datang pertolongan dari Allah dan kondisi akan kembali
normal. Terbukti, bank terhindar dari masalah. Herannya, waktu itu saya bisa
mendapat dukungan dari semua pihak dan saya kok ya bisa mempersatukan pandangan
karyawan saya yang saat itu juga panik,” ungkapnya lagi.
Belum berhenti di sini. Setelah memeluk Islam, Herman juga
menemukan berkah yang luar biasa. Ini dirasakannya dua tahun pasca memeluk
Islam, yaitu bertemu dengan wanita cantik yang kemudian di persuntingnya pada
2006.
“Karena sudah merasakan tidak enak jadi duda, saat bertemu
wanita yang cocok, langsung saya pinang. Wanita ini 24 tahun lebih muda dari
saya, tapi baik hati dan sangat sabar kepada saya. Dan yang membuat saya lebih
percaya kebesaran Allah adalah kesediaan dia untuk beralih dari agamanya yang
dulu dan menjadi seorang muslimah. Saya benar-benar mendapatkan kebahagiaan
atas izin Allah,” ungkapWakil Ketua II Yayasan Masjid Cheng Hoo Surabaya ini.
Satu lagi yang membuat Herman Halim semakin mantap memeluk
Islam, yaitu adanya kesetaraan dalam melihat derajat manusia.
“Ini paling terasa kalau masuk masjid. Rasanya sejuk karena
kita yang beda profesi, beda rezeki, bisa sejajar. Yang bos, tukang becak,
bakul dawet, posisinya sama, terutama saat mengerjakan salat,” tuturnya.
Karena itulah, pada Ramadan tahun keempatnya kali ini ia
benar-benar berusaha berpuasa satu bulan penuh, mengulangi rekornya pada
Ramadan tahun lalu. Ia mengaku, di tahun pertama dan keduanya menjadi mualaf,
puasa adalah hal yang paling berat.
“Jadi, waktu itu masih bolong-bolong, kalau sekarang insya
Allah penuh,” ucapnya ungguh-sungguh.
Sumber: kompasiana.com