Medianda - Tidak sedikit kita saksikan di tengah-tengah kaum muslimin,
ketika menjalani puasa, masih ada saja yang meninggalkan shalat. Mereka sangka
bahwa shalat dan puasa adalah ibadah tersendiri. Jika salah satu ditinggalkan,
maka dikira tidak berpengaruh pada yang lainnya. Di sini kami akan buktikan
bahwa shalat pun jika ditinggalkan dapat mempengaruhi puasa. Bahkan puasa
tersebut bisa rusak jika seseorang meremehkan perkara shalat. Simak dalam
beberapa fatwa ulama berikut ini.
Hukum Berpuasa Namun Meninggalkan Shalat
Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin –rahimahullah–
pernah ditanya : Apa hukum orang yang berpuasa namun meninggalkan shalat?
Beliau rahimahullah menjawab, “Puasa yang dilakukan oleh
orang yang meninggalkan shalat tidaklah diterima karena orang yang meninggalkan
shalat adalah kafir dan murtad. Dalil bahwa meninggalkan shalat termasuk bentuk
kekafiran adalah firman Allah Ta’ala,
فَإِنْ تَابُوا وَأَقَامُوا الصَّلَاةَ وَآَتَوُا الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الْآَيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
”Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan
zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama. Dan Kami menjelaskan
ayat-ayat itu bagi kaum yang mengetahui.” (QS. At Taubah [9] : 11)
Alasan lain adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas antara seorang muslim dengan kesyirikan dan
kekafiran adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim no. 82)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah
mengenai shalat. Barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad,
At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah. Dikatakan shahih oleh Syaikh Al Albani)
Pendapat yang mengatakan bahwa meninggalkan shalat merupakan
suatu kekafiran adalah pendapat mayoritas sahabat Nabi bahkan dapat dikatakan
pendapat tersebut adalah ijma’ (kesepakatan) para sahabat.
‘Abdullah bin Syaqiq –rahimahullah– (seorang tabi’in yang
sudah masyhur) mengatakan, “Para sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
tidaklah pernah menganggap suatu amalan yang apabila seseorang meninggalkannya
akan menyebabkan dia kafir selain perkara shalat.” [Perkataan ini diriwayatkan
oleh At Tirmidzi dari ‘Abdullah bin Syaqiq Al ‘Aqliy ,seorang tabi’in. Hakim
mengatakan bahwa hadits ini bersambung dengan menyebut Abu Hurairah di
dalamnya. Dan sanad (periwayat) hadits ini adalah shohih. Lihat Ats Tsamar Al
Mustathob fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, hal. 52, -pen]
Oleh karena itu, apabila seseorang berpuasa namun dia
meninggalkan shalat, puasa yang dia lakukan tidaklah sah (tidak diterima).
Amalan puasa yang dia lakukan tidaklah bermanfaat pada hari kiamat nanti.
Oleh sebab itu, kami katakan, “Shalatlah kemudian
tunaikanlah puasa”. Adapun jika engkau puasa namun tidak shalat, amalan puasamu
akan tertolak karena orang kafir (karena sebab meninggalkan shalat) tidak
diterima ibadah dari dirinya.
Hanya Shalat di Bulan Ramadhan
Al Lajnah Ad Da’imah lil Buhuts Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi
Fatwa di Saudi Arabia) pernah ditanya:
“Apabila seseorang hanya di bulan Ramadhan semangat
melakukan puasa dan shalat, namun setelah Ramadhan berakhir dia meninggalkan
shalat, apakah puasanya di bulan Ramadhan diterima? ”
Jawab:
“Shalat merupakan salah satu rukun Islam. Shalat merupakan
rukun Islam terpenting setelah dua kalimat syahadat. Dan hukum shalat adalah
wajib bagi setiap individu. Barangsiapa meninggalkan shalat karena menentang
kewajibannya atau meninggalkannya karena menganggap remeh dan malas-malasan,
maka dia telah kafir. Adapun orang yang melakukan puasa Ramadhan dan
mengerjakan shalat hanya di bulan Ramadhan saja, maka orang seperti ini berarti
telah melecehkan agama Allah. (Sebagian salaf mengatakan), “Sejelek-jelek kaum
adalah yang mengenal Allah (rajin ibadah, pen) hanya pada bulan Ramadhan saja.”
Oleh karena itu, tidak sah puasa seseorang yang tidak
melaksanakan shalat di luar bulan Ramadhan. Bahkan orang seperti ini (yang
meninggalkan shalat) dinilai kafir dan telah melakukan kufur akbar, walaupun
orang ini tidak menentang kewajiban shalat. Orang seperti ini tetap dianggap
kafir menurut pendapat ulama yang paling kuat. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam sendiri telah bersabda,
الْعَهْدُ الَّذِى بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمُ الصَّلاَةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ
“Perjanjian antara kami dan mereka (orang kafir) adalah
mengenai shalat, barangsiapa meninggalkannya maka dia telah kafir.” (HR. Ahmad,
Abu Daud, At Tirmidzi, An Nasa’i, Ibnu Majah dengan sanad yang shahih dari
Buraidah Al Aslamiy)
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
رَأْسُ الأَمْرِ الإِسْلاَمُ وَعَمُودُهُ الصَّلاَةُ وَذِرْوَةُ سَنَامِهِ الْجِهَادُ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Inti (pokok) segala perkara adalah Islam, tiangnya
(penopangnya) adalah shalat, dan puncaknya adalah jihad di jalan Allah.” (HR.
Tirmidzi dengan sanad shahih dari Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu)
بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الْكُفْرِ وَ الشِّرْكِ تَرْكُ الصَّلاَةِ
“Pembatas antara seorang muslim dengan kekafiran dan
kesyirikan adalah meninggalkan shalat.” (HR. Muslim dari Jabir bin ‘Abdillah Al
Anshoriy). Dan banyak hadits yang semakna dengan hadits-hadits di atas.
Wa billahit taufiq, wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad
wa alihi wa shohbihi wa sallam.
Al Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’
Ditandatangani oleh ‘Abdullah bin Mani’ dan ‘Abdullah bin
Ghodyan selaku anggota, ‘Abdur Rozaq ‘Afifi selaku Wakil Ketua dan ‘Abdul ‘Aziz
bin ‘Abdillah bin Baz selaku Ketua.
[Sumber : Fatawa Al Lajnah Ad Da-imah Lil Buhuts Ilmiyyah
wal Ifta’, pertanyaan ke-3, Fatawa no. 102, 10/139-141]
***
Setelah kita menyimak tulisan di atas, sudah selayaknya
seorang muslim menjaga amalan shalat agar amalan lainnnya pun menjadi teranggap
dan bernilai di sisi Allah. Kadar Islam seseorang akan dinilai dari penjagaan
dirinya terhadap shalat. Imam Ahmad –rahimahullah– mengatakan, “Setiap orang
yang meremehkan perkara shalat, berarti telah meremehkan agama. Seseorang
memiliki bagian dalam Islam sebanding dengan penjagaannya terhadap shalat lima
waktu. Seseorang yang dikatakan semangat dalam Islam adalah orang yang
betul-betul memperhatikan shalat lima waktu. Kenalilah dirimu, wahai hamba
Allah. Waspadalah! Janganlah engkau menemui Allah, sedangkan engkau tidak
memiliki bagian dalam Islam. Kadar Islam dalam hatimu, sesuai dengan kadar
shalat dalam hatimu.“ (Lihat Ash Sholah, hal. 12)
Oleh karena itu, sudah saatnya seorang hamba yang sering
melalaikan shalat untuk bertaubat sebenar-benarnya dengan ikhlas karen Allah,
menyesali dosa yang telah dia lakukan, kembali rutin mengerjakan shalat dan
bertekad untuk tidak meninggalkannya lagi.
Semoga Allah memudahkan kita dalam melakukan ketaatan
kepada-Nya dan menerima setiap taubat kita. Amin Yaa Mujibas Sa’ilin.
sumber : https://rumaysho.com/409-sahkah-puasa-tetapi-tidak-sholat.html