MediandaTerkini – Sahabat medianda terkini
Semua orang tua tentu menginginkan kelak anaknya menjadi orang yang sukses,
namun terkadang tanpa disadari impian tersebut gagal sebab cara mendidik orang
tua yang kurang benar.
Cara orangtua membesarkan anak-anaknya
berpengaruh besar terhadap masa depan sang anak. Adapun pengalaman tiap anak
berbeda-beda di setiap keluarga. Seperti diketahui keluarga menjadi wadah pertama
dan utama bagi anak-anak untuk bertumbuh dan berkembang.
Hal ini kemudian dipaparkan oleh seorang
penulis buku psikologi yang hasil tulisannya laris manis di pasaran, Dr. Tim
Elmore. Elmore menjabarkan ada 7 kesalahan utama dari orangtua dalam membesarkan
anak.
Yang mana kesalahan ini sangat berpengaruh
terhadap rasa percaya diri anak-anak di usia dini. Proses ini pun menjadi
pemicu mereka untuk tidak berkembang menjadi pribadi yang sukses di masa
mendatang.
Untuk membantu kamu para calon orangtua,
hindari melakukan 7kesalahan ini dalam membesarkan sang buah hati:
1. Menghalangi si kecil dari risiko dan pengalaman
Kita sebagai manusia hidup dalam dunia yang
kejam. Sebagai orangtua tentu akan melakukan berbagai cara untuk melindungi
anaknya dari berbagai ancaman yang membahayakan.
Namun, ada baiknya juga untuk memerhatikan
perilaku dalam memberikan penjagaan kepada anak. Psikolog di Eropa menemukan,
seorang anak yang tidak dibebaskan bermain di luar, tidak terbiasa memiliki
lutut yang kotor dan berselaput.
Ia akan menjadi trauma ketika dewasa nanti. Selain
itu, yang namanya remaja tentu akan merasakan jatuh cinta dan patah hati. Perasaan
itu adalah normal dan wajar. Ketika keadaan tersebut terlalu dihalang-halangi,
anak akan tumbuh menjadi sosok yang arogan dan memiliki sikap rendah diri.
2. Terlalu cepat memberikan pertolongan
Generasi orangtua sekarang ini jauh berbeda
dengan yang terdahulu. Orangtua di zaman 30 tahun lalu selalu memiliki cara
untuk melindungi anak-anaknya. Ketika orangtua terlalu protektif terhadap sang
anak, mereka akan menjadi sulit untuk memecahkan masalah dan menjadi pribadi
yang kurang mandiri. Dalam hal ini, orangtua hanya perlu memberikan pelajaran
leadership. Selebihnya, lakukan pertolongan seperlunya, tak perlu dimanja.
3. Terlalu ramah dan dimanja
Terlalu sering memberikan pujian di setiap
perlakuan sang anak pun tak baik dilakukan. Peningkatan harga diri terhadap
anak mulai diterapkan di sekolah sejak tahun 1980. Sebut saja ketika orangtua
menghadiri kompetisi basket sang anak tentu saja sang anak ingin tampak
membanggakan dengan memegang trofi kemenangan.
Sang anak pun mulai melihat orangtua akan
selalu bangga ketika sang anak menjadi pemenang. Dengan adanya penanaman sikap
seperti ini, anak akan melakukan apa saja agar menjadi yang terbaik. Termasuk
berbuat curang, melakukan hal esktrem, berbohong, hingga menghindari kenyataan.
4. Membuatnya selalu merasa bersalah
Anak-anak pun bisa mengecewakan dan berbuat
kesalahan. Cukup katakan ‘tidak’ atau ‘tidak sekarang’ dan biarkan mereka
berjuang untuk apa yang mereka anggap berharga dan penting. Sebagai orangtua, ada baiknya memberikan apa
yang mereka inginkan. Terlebih untuk yang memiliki beberapa anak, penghargaan
pada mereka akan menjadi sangat berarti.
Contoh umum, ketika seorang anak ada yang
berprestasi dari yang lainnya, hindari memberikan hadiah berlebih. Sebagai
bentuk apresiasi ada baiknya memberikan sedikit pujian yang diikuti dengan
pelajaran bagi saudara-saudara yang lain. Terlebih, hindari juga untuk
menjanjikan mereka material barang sebagai penghargaan. Ini akan membuat mereka
ketergantungan. Ketika sang anak merasa murung atau ‘ngambek’ karena tingkah
orangtua, hiburlah, jangan dimanja.
5. Hindari membagikan masa lalu yang kelam
Sahabat medianda terkini remaja yang sehat
ingin mengeksplor hal-hal baru yang menakjubkan. Sebagai orangtua, biarkan
mereka mencari tahu apa yang diinginkan namun bukan berarti melepas mereka
tanpa edukasi yang cukup. Bagikan pengalaman-pengalaman menyenangkan dan hal
positif ketika orangtua berada di usia yang sama. Dengan demikian, sang anak
akan belajar dari sikap baik orangtuanya.
6. Jangan anggap kepintaran dan bakat menjadi tolak ukur kedewasaan sang
anak
Pemahaman ini kerap kali menjadi tolak ukur
beberapa orang dalam menilai kedewasaan sang anak. Dan hasilnya, anak yang
pintar secara akademik selalu dianggap telah menjadi dewasa. Sayangnya, itu
bukanlah hal yang benar.
Pengalaman sudah tentu menjadi kunci utama
seseorang dikatakan dewasa atau tidak. Bukan masalah umur, jika anakmu kelak
melakukan hal yang lebih di jalan yang positif dibandingkan anak-anak lain, itu
berarti ia sudah menjadi pribadi yang dewasa.
7. Tidak mempraktikkan namun selalu banyak bicara
Sebagai orangtua sudah sepantasnya
bertanggung jawab terhadap kehidupan anak-anak di masa mendatang. Untuk
membantuk mereka, arahkan anak-anak menjadi sosok yang mandiri melalui aksi
nyata. Contohnya, berkata jujur di dalam rumah, etika, dan bagaimana cara
bersikap terhadap orang lain.
Tunjukkan pada anakmu kelak bagaimana caranya
menikmati kehidupan lewat jalur positif dan bagaimana menginspirasi orang
melalui perbuatan-perbuatan baik.
Semoga bermanfaat.
Sumber:
tribunnews.com