MediandaTerkini - Setiap manusia pasti menginginkan
kehidupan mereka terhindar dari segala keburukan yang ada. Bukannya apa, hanya
hati mungkin bisa lelah dengan permasalahan yang menimpa. Apalagi dalam episode
perjalanan cinta rumah tangga, terkadang ekspresi kurang menyenangkan turut
hadir. Ekspresi yang hadir dari tatapan mata yang tajam, dari lidah lunak
menjadi kuat menerkam dan muka yang begitu masam.
Karena hati bisa sekeras baja, maka janganlah engkau mengetuknya dengan amarah. Bisa juga hati selembut kapas, maka jangan sekalipun dirimu meremasnya tanpa arah. - Dan Soeharto
Menjadi saksi atas ujian-ujian yang harus ia lakukan. Sebuah
konsekuensi yang harus dijalani dari sebuah pilihan besar untuk hidup bersama.
Dalam atap yang sama pula. Menyatukan perbedaan-perbedaan dari dua kepala yang
berbeda yang terkadang lebih dikuasai oleh ego untuk sama-sama ingin
dimengerti.
Ketika dalam perjalanan rumah tangga menemui kerikil-kerikil
tajam yang bisa melukai atau membuat
kita terjatuh.
Ketika muka masam dari pasangan muncul kepermukaan, nada
ketus terucap lewat mulutnya, juga tindakan-tindakan kurang mengenakanpun
nampak. Maka, menangkap hati adalah salah satu kiat yang bisa kita lakukan.
Bukan membalas masamnya muka dengan memasang muka yang lebih masam, bukan
membalas tajamnya mata dan lidah dengan membuat perbandingan yang lebih
kentara.
Tetapi menangkap hati adalah dengan memahami bahwa
pasangannya tidak akan sempurna, kesabaran yang harus tertanam kuat
dalam-dalam, mengalah dan juga berusaha
untuk tidak mengeluarkan kata-kata yang dapat menambah kekeruhan suasana, tidak
memunculkan perdebatan-perdebatan yang semakin buruk akibatnya.
Walaupun sulit namun bukan berarti tidak mungkin untuk
dilakukan. Karena menangkap hati itu bukanlah siapa yang tatapan matanya paling
tajam, atau volume dan intonasi suaranya paling tinggi atau siapa yang wajahnya
paling garang. Menangkap hati adalah kemenangan dengan kesabaran. Allah Ta’ala
berfirman,
“Orang-orang yang bertakwa adalah mereka yang menafkahkan
(harta mereka) baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan
amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang
yang berbuat kebajikan,” (QS. Ali ‘Imran: 134).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu
mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian), tetapi tidak lain orang
kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah,”
(HR Al-Bukhari (no. 5763) dan Muslim (no. 2609).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, artinya:
“Saya memberi jaminan, agar mendapatkan rumah di tingkatan
terbawah di surga, bagi setiap orang yang meninggalkan perdebatan, meskipun dia
berada di pihak yang benar,” (HR. Abu Daud, dinilai hasan oleh Al-Albani).
Menangkap hati bukan berarti hanya diam begitu saja. Bukan
berarti tidak memberi nasehat juga mengingatkan. Tetapi kembali untuk
introspeksi diri dan juga merenungi kesalahan untuk diperbaiki bersama diwaktu
yang tepat. Demi keluarga yang didamba. Menggapai ridha Allah untuk sama-sama
sampai surga.
Imam Syafi’i dalam syairnya mengatakan:
“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri, dan jauhilah
memberikan nasihat di tengah-tengah keramaian karena nasihat di tengah-tengah
manusia itu termasuk satu jenis pelecehan yang aku tidak suka mendengarkannya,
jika engkau menyelisihi dan menolak saranku maka janganlah engkau marah jika
kata-katamu tidak aku turuti,” (Imam Syafi’i, dikumpulkan dan disusun oleh
Muhammad Ibrahim Saliim, hal 9).
Semoga tulisan yang sedikit ini dapat bermanfaat
Sumber : wajibbaca.com