Selasa, 16 Juni 2020

Hukum Penggadaian dalam Pandangan Islam

Medianda - Islam sebagai agama yang sempurna telah mengatur hampir tiap hal dalam segala bidang kehidupan. Dalam urusan finansial contohnya, risalah yang telah dibawa Rasulullah ini sudah mengatur perihal pegadaian jauh-jauh hari.


Gadai atau rahn dalama syara’ artinya menjadikan harta sebagai kepercayaan/penguat utang. Akad ini dilakukan dengan cara pemilik barang (rahin) menyerahkan barang yang akan digadaikan (marhun) kepada orang yang menerima gadai (murtahin) dengan akad yang akan ditebus pada waktu yang telah ditentukan dengan tebusan sebesar uang yang dipinjamkan oleh rahin.

Gadai hukumnya adalah jaiz atau boleh. Dasar diperbolehkannya adalah:

“… hendaknya ada barang tanggungan yang dipegang.” (QS. Al Baqarah: 283).

Dalil lainnya adalah:

“Bahwa Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam pernah menggadaikan baju besi kepada seorang Yahudi untuk berutang gandum demi keluarga beliau.” (HR. Bukhari & Muslim).

Barang yang boleh digadaikan

Dalam kitab Kifayatul Akhyar milik Taqiyuddin Abubakar Al Husain, disebutkan bahwa semua barang yang boleh dijual, maka boleh juga digadaikan.

Syekh Abu Syuja’ berkata, “Semua barang yang boleh dijual, juga boleh digadaikan sebagai jaminan utang, apabila utang tersebut sudah pasti menjadi tanggungan peminjam.”

Lebih lanjut Imam Taqiyuddin Abubakar Al Husain menjalaskan bahwa barang yang tidak boleh dijual, maka tidak boleh digadaikan, misalnya barang yang telah diwakafkan, ummul walad (budak perempuan yang melahirkan anak karena disetubuhi majikannya), dan barang-barang sejenisnya, maka pegadaian itu tidak sah.

Selanjutnya, syarat barang yang hendak digadaikan menurut pendapat yang unggul adalah yang berwujud di depan mata. Artinya, piutang tidak dapat digadaikan. Karena syarat barang yang boleh digadaikan adalah dapat diterima secara langsung. Sedangkan piutang tidak dapat diterima secara langsung. Tidak sah pula bila menggadaikan barang yang dirampas/digasah, yang dipinjam, dan semua barang yang diserahkan kepada orang lain sebagai jaminan. Walau demikian, ada sebagian pendapat yang memperbolehkan penggadaian berupa barang-barang tersebut.

Tidak sah gadai apabila...

Dalam melakukan transaksi gadai, disyariatkan pula agar diketahui oleh kedua pihak. Syekh Abu Syuja’ berkata, “Penggadai boleh menarik kembali barang yang digadaikan selama barang itu belum diterima oleh penerima gadaian.”

Penerimaan barang gadaian oleh pemegang gadai juga salah satu rukun dalam akad gadai atas tetapnya gadaian. Jadi, gadaian belum ditetapkan sah selama barang yang digadaikan belum diterima oleh pemegang gadai.

Allah berfirman:

“… maka hendaklah ada barang tanggungan yang pegang (oleh orang yang menerima gadaian).” (QS. Al Baqarah: 283).


Bila seseorang hendak melakukan penggadaian, namun barang tersebut belum diterima oleh pemegang gadai, maka orang tersebut boleh membatalkannya. Karena, gadaian yang belum diterima akadnya masih jaiz atau boleh diubah oleh pihak penggadai sebagaimana masa khiar dalam jual beli.

Nah, demikianlah pandangan Islam tentang penggadaian. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan anda.

Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+
Tags :

Related : Hukum Penggadaian dalam Pandangan Islam