Medianda - HUTANG puasa Ramadan biasanya diganti qadha dengan jumlah yang
sama dengan yang ditinggalkan di hari-hari lain setelah bulan Ramadan. Nah,
kapankah waktu terbaik untuk menyelesaikan hutang puasa tersebut?
Hal ini masih menjadi perdebatan karena adanya beberapa
pendapat yang memilih untuk mendahulukan berpuasa Syawal sebanyak 6 hari
sebelum menunaikan hutan puasa selepas Ramadan. Para ulama pun memiliki
pendapat yang beragam mengenai hal ini.
Pendapat Pertama mendahulukan Qadha sebelum puasa Syawal.
Pendapat ini berasal dari Mahzab Hambali yang mengharamkan untuk melakukan
puasa Syawal sementara ia belum menyelesaikan hutan puasa Ramadan yang telah
ditinggalkannya. Namun, sebagian ulama menyebutkan bahwa hadits yang menjadi
rujukannya bersifat dhaif.
Pendapat Kedua menyatakan Qadha Boleh dilakukan Setelah puasa
Syawal
Pendapat ini datang dari Imam Abu Hanifah dan Imam Ahmad.
Mereka berpendapat bahwa puasa Qadha
bisa dilakukan di bulan apa saja sampai dengan bulan Sya’ban. Selain itu, puasa
qadha juga boleh dilakukan tidak berturut-turut. Sehingga diperbolekan
melakukan puasa Syawal terlebih dulu sebelum melunasi hutang puasa, karena
puasa Syawal hanya bisa dilakukan di bulan Syawal.
Pendapat Ketiga meyebut Makruh Berpuasa Qadha di bulan Syawal
Menurut Imam Syafi’i dan Imam Malik, puasa qadha justru makruh
hukumnya jika di bulan Syawal, karena di bulan Syawal disunnahkan untuk
berpuasa selama 6 hari. Sedangkan puasa qadha bisa dilakukan di bulan-bulan
selanjutnya setelah bulan Syawal. Pendapat ini dikuatkan oleh Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 185 yang tidak merincikan kapan waktu untuk menggantu puasa
Ramadan.
“Bulan Ramadan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan)
Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai
petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). Karena itu, barang
siapa di antara kamu hadir (di negeri tempat inggalnya) di bulan itu, maka
hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barang siapa sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari
yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan
bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur” (QS.
Al Baqarah: 185)
Sedangkan batasan waktu untuk melakukan puasa qadha itu
sendiri terdapat sebuah hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah ra, bahwa ia
berkata:
“Aku memiliki tanggungan puasa dari bulan Ramadhan, maka aku
tidak mengqadha’nya sehingga datanglah bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari).
Jadi, waktu yang utama untuk mengqadha puasa itu tidak
ditentukan kepastiannya. Boleh di bulan Syawal, boleh juga di bulan lainnya
selain Ramadhan. Yang terpenting adalah qadha tersebut haruslah ditunaikan,
utamanya sebelum datang Ramadhan berikutnya.
Demikianlah, semoga bermanfaat
sumber : islampos.com