Medianda - Apa hukum membatasi kelahiran (keturunan), dan hukum
mengikuti program KB. Dalam bahasan tafsir ayat puasa kali ini juga sudah bisa
ditemukan jawabannya.
Ini faedah yang berharga masih dari surat Al-Baqarah ayat
187. Ternyata dalam ayat tersebut, selain diajarkan tentang masalah hubungan
intim di malam hari puasa, juga diajarkan tentang tujuan dari hubungan intim
itu apa.
Allah Ta’ala berfirman,
فَالْآَنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ
“Maka sekarang campurilah mereka dan raihlah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu.” (QS. Al-Baqarah: 187)
Yang dimaksud “raihlah apa yang telah ditetapkan Allah
untukmu” ada tiga pendapat.
Pertama, raihlah anak dari hubungan intim tersebut.
Kedua, ikutilah rukhshah (keringanan), untuk hubungan intim
pada malam hari Ramadhan. Inilah pendapat Qatadah dan Ibnu Zaid.
Ketiga, carilah lailatul qadar. Inilah pendapat Abul Jauza’
dari Ibnu ‘Abbas.
Keempat, ikutilah Al-Qur’an. Yang dibolehkan dalam Al-Qur’an
untuk kalian berarti itu yang dicari. Inilah pendapat Az-Zujaj. Lihat Zaad
Al-Masiir, 1:192 dan Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2:70.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid menyatakan, “Carilah
dengan jimak apa yang Allah tetapkan untuk kalian yaitu untuk mendapatkan
keturunan. Begitu pula raihlah pahala dan balasan dengan semangat ibadah pada
malam-malam bulan Ramadhan—di antaranya di dalamnya ada malam Lailatul Qadar–.
Jangan sampai tersibukkan dengan kelezatan dunia tadi, malah lalai dari malam
Lailatul Qadar.” (Tafsir Az-Zahrawain, hlm. 302)
Faedah Ayat
Dianjurkan niat hubungan intim (jimak) adalah untuk
mendapatkan keturunan, bukan sekadar melampiaskan syahwat.
Ayat ini menunjukkan dimakruhkannya ‘azl dan terlarang
membatasi kelahiran.
Kita diajarkan untuk melakukan sebab. Karena dalam ayat
diperintahkan untuk berjimak supaya mendapatkan keturunan.
Hendaklah manusia tidak disibukkan dengan berbagai
kesenangan dunia—walau itu dihukumi mubah (boleh)—sehingga melalaikan kita dari
pahala besar dengan ibadah pada bulan Ramadhan dan sibuk melakukan ketaatan.
Membatasi Kelahiran Karena Khawatir Rezeki
Ingatlah, semua rezeki itu di tangan Allah sebagaimana
firman-Nya,
وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الأَرْضِ إِلاَّ عَلَى اللهِ رِزْقُهَا
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan
Allah-lah yang memberi rezekinya.” (QS. Hud: 6)
Dalam ayat lain disebutkan pula Allah yang menanggung rezeki
kita dan anak-anak,
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ مِنْ إِمْلَاقٍ ۖنَحْنُ نَرْزُقُكُمْ وَإِيَّاهُمْ
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka.” (QS. Al-An’am:
151)
وَلَا تَقْتُلُوا أَوْلَادَكُمْ خَشْيَةَ إِمْلَاقٍ ۖنَحْنُ نَرْزُقُهُمْ وَإِيَّاكُمْ ۚإِنَّ قَتْلَهُمْ كَانَ خِطْئًا كَبِيرًا
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut
kemiskinan. Kamilah yang akan memberi rezeki kepada mereka dan juga kepadamu.
Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar.” (QS. Al-Isra’: 31)
Ibnu Katsir rahimahullah menerangkan tentang kalimat “min
imlaq” (karena miskin), Ibnu ‘Abbas, Qatadah, As-Sudi, dan selainnya, yang
dimaksud imlaq adalah fakir (miskin). Artinya, jangan bunuh mereka (anak-anak)
karena miskin. Sedangkan dalam Al-Isra’
ayat 31, yang dimaksud adalah jangan bunuh mereka (anak-anak) karena takut
miskin di masa akan datang. Maksud “nahnu narzuquhum wa iyyakum” (Kami yang
beri rezeki kepada mereka dan kalian), didahulukan anak-anak dalam Al-Isra’, menunjukkan perhatian pada rezeki mereka,
yaitu jangan khawatir dengan kemiskinan kalian, ingatlah rezeki mereka
ditanggung oleh Allah. Adapun Al-An’am
ayat 151 menunjukkan bahwa kemiskinan yang dimaksud adalah saat ini. Maka
disebut “nahnu narzuqukum wa iyyahum” (Kami yang beri rezeki kepada kalian dan
kepada mereka), karena yang lebih penting diberi rezeki adalah yang miskin.
Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 3:635.
Jadi mengikuti program KB karena khawatir rezeki sehingga
perlu membatasi kelahiran, itu suatu yang tercela.
Semoga Allah memberi taufik dan hidayah.
sumber : rumaysho.com