Medianda - Dalam madzhab Syafi’i -madzhab yang dijadikan rujukan di
Indonesia- dijelaskan bahwa zakat fitrah itu dengan makanan pokok, bukan dengan
uang. Mereka tetapkan bahwa zakat fitrah dengan satu sho’ makanan pokok. Satu
sho’ ini adalah ukuran takaran yang berbeda dari masing-masing makanan karena
berbedanya massa jenis. Satu sho’ dapat diperkirakan antara 2,1 – 3,0 kg.
Kita akan lihat dari perkataan ulama Syafi’iyah, mereka
menyebut bentuk zakat fitrah adalah dengan makanan, bukan dengan uang yang
senilai.
Ibnu Qasim Al Ghozzi dalam Fathul Qorib berkata bahwa zakat
fitrah itu berupa satu sho’ dari makanan pokok di negeri tersebut. Jika ada
beberapa makanan pokok, maka diambil makanan yang lebih dominan dikonsumsi.
Jika seseorang berapa di badiyah (bukan menetap di suatu negeri), maka zakat
fitrah yang dikeluarkan adalah dari makanan yang dekat dengan negerinya. Siapa
yang tidak memiliki satu sho’ makanan, yang ada hanyalah setengah sho’, maka
hendaklah ia keluarkan dengan sebagian tersebut. (Fathul Qorib, hal. 235).
Imam Nawawi juga berkata bahwa zakat fitrah itu berupa satu
sho’ makanan … Jenisnya adalah dari makanan pokok, begitu pula bisa dengan keju
menurut pendapat terkuat. Wajib yang dikeluarkan adalah makanan pokok dari
makanan negeri. (Minhajuth Tholibin, 1: 400)
Dalam Kifayatul Akhyar (hal. 239) juga disebutkan bahwa
zakat fitrah dikeluarkan dari makanan pokok dari negeri.
Adapun membayar zakat fitrah dengan uang sudah disinggung
oleh Imam Nawawi dalam Al Majmu’ bahwa seperti itu tidak dibolehkan.
Imam Nawawi berkata, “Tidak boleh mengeluarkan zakat fitrah
dengan qimah (sesuatu seharga makanan, misal: uang). Inilah yang jadi pendapat
madzhab Syafi’i. Pendapat ini juga menjadi pendapat Imam Malik, Imam Ahmad dan
Ibnul Mundzir. Sedangkan Imam Abu Hanifah membolehkan. Ibnul Mundzir
menceritakan bahwa Hasan Al Bashri, ‘Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, serta Ats Tsauri
berpendapat boleh seperti Abu Hanifah. Sedangkan Ishaq dan Abu Tsaur berkata,
“Membayar zakat fitrah dengan sesuatu yang senilai (misal: uang) tidak sah
kecuali saat darurat.” (Al Majmu’6: 71).
Dalil ulama Syafi’iyah kenapa zakat fitrah mesti dengan
makanan bukan dengan uang adalah hadits Ibnu ‘Umar berikut,
فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى ، وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ
”Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sho’ kurma atau satu sho’ gandum
bagi setiap muslim yang merdeka maupun budak, laki-laki maupun perempuan, anak
kecil maupun dewasa. Zakat tersebut diperintahkan untuk dikeluarkan sebelum
orang-orang keluar untuk melaksanakan shalat ‘ied.” (HR. Bukhari no. 1503 dan
Muslim no. 984).
Kalau mau konsekuen dengan madzhab Syafi’i, berarti zakat
fitrah harus disalurkan dalam bentuk makanan pokok kepada fakir miskin, di
negeri kita adalah beras, tidak bisa diganti uang.
Wallahu a’lam. Hanya Allah yang memberi taufik.
sumber : rumaysho.com