Medianda - Apa ada tanda seseorang telah mendapatkan malam lailatul
qadar? Bagaimana ia bisa tahu kalau ia mendapatkan malam Lailatul Qadar?
Carilah Malam Lailatul Qadar
Kita diperintahkan untuk mencari lailatul qadar. Dari
‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir dari
bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2020 dan Muslim no. 1169)
Terjadinya lailatul qadar di malam-malam ganjil lebih
memungkinkan daripada malam-malam genap. Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha pula,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
تَحَرَّوْا لَيْلَةَ الْقَدْرِ فِى الْوِتْرِ مِنَ الْعَشْرِ الأَوَاخِرِ مِنْ رَمَضَانَ
“Carilah lailatul qadar di malam ganjil dari sepuluh malam
terakhir di bulan Ramadhan.” (HR. Bukhari no. 2017)
Ganjil tersebut bisa dihitung dari awal bulan, maka malam
yang dicari adalah malam ke-21, 23, 25, 27, dan 29. Namun bisa jadi pula
lailatul qadar dihitung dari malam yang tersisa. Dalam hadits lain disebutkan,
لِتَاسِعَةٍ تَبْقَى لِسَابِعَةٍ تَبْقَى لِخَامِسَةٍ تَبْقَى لِثَالِثَةٍ تَبْقَى
“Bisa jadi lailatul qadar ada pada sembilan hari yang
tersisa, bisa jadi ada pada tujuh hari yang tersisa, bisa jadi pula pada lima
hari yang tersisa, bisa juga pada tiga hari yang tersisa” (HR. Bukhari). Oleh
karena itu, jika bulan Ramadhan ternyata 30 hari, berarti malam ketiga puluh
adalah malam yang menggenapi. Jika dihitung dari hari terakhir, malam ke-22
berarti sembilan hari yang tersisa. Malam ke-24 berarti tujuh hari yang
tersisa. Inilah yang ditafsirkan oleh Abu Sa’id Al Khudri dalam hadits shahih.
Inilah yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tanpa memilah-milah
hari ganjil dan genap.
Tanda Malam Lailatul Qadar
1- Keadaan matahari di pagi hari, terbit berwarna putih
tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru
Dari Ubay bin Ka’ab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
هِىَ اللَّيْلَةُ الَّتِى أَمَرَنَا بِهَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِقِيَامِهَا هِىَ لَيْلَةُ صَبِيحَةِ سَبْعٍ وَعِشْرِينَ وَأَمَارَتُهَا أَنْ تَطْلُعَ الشَّمْسُ فِى صَبِيحَةِ يَوْمِهَا بَيْضَاءَ لاَ شُعَاعَ لَهَا.
“Malam itu adalah malam yang cerah yaitu malam ke dua puluh
tujuh (dari bulan Ramadhan). Dan tanda-tandanya ialah pada pagi harinya
matahari terbit berwarna putih tanpa memancarkan sinar ke segala penjuru.” (HR.
Muslim no. 762)
2- Kedaan malam tidak panas, tidak juga dingin, matahari di
pagi harinya tidak begitu cerah nampak kemerah-merahan
Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
لَيْلَةُ القَدَرِ لَيْلَةٌ سَمْحَةٌ طَلَقَةٌ لَا حَارَةً وَلَا بَارِدَةً تُصْبِحُ الشَمْسُ صَبِيْحَتُهَا ضَعِيْفَةٌ حَمْرَاء
“Lailatul qadar adalah malam yang penuh kemudahan dan
kebaikan, tidak begitu panas, juga tidak begitu dingin, pada pagi hari matahari
bersinar tidak begitu cerah dan nampak kemerah-merahan.” (HR. Ath Thoyalisi dan
Al Baihaqi dalam Syu’abul Iman, lihat Jaami’ul Ahadits 18: 361. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih. Lihat Shahihul Jaami’ no. 5475)
Namun tanda tersebut tak perlu dicari-cari. Ibnu Hajar Al
Asqalani rahimahullah berkata,
وَقَدْ وَرَدَ لِلَيْلَةِ الْقَدْرِ عَلَامَاتٌ أَكْثَرُهَا لَا تَظْهَرُ إِلَّا بَعْدَ أَنْ تَمْضِي
“Ada beberapa dalil yang membicarakan mengenai tanda-tanda
lailatul qadar. Namun itu semua tidaklah nampak kecuali setelah malam tersebut
berlalu.” (Fath Al-Bari, 4: 260)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pun tidak mencari-cari
tanda. Yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah
memperbanyak ibadah saja di akhir-akhir Ramadhan,
عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ: – كَانَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا دَخَلَ اَلْعَشْرُ -أَيْ: اَلْعَشْرُ اَلْأَخِيرُ مِنْ رَمَضَانَ- شَدَّ مِئْزَرَهُ, وَأَحْيَا لَيْلَهُ, وَأَيْقَظَ أَهْلَهُ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa ketika memasuki 10 Ramadhan terakhir,
beliau bersungguh-sungguh dalam ibadah (dengan meninggalkan istri-istrinya),
menghidupkan malam-malam tersebut dengan ibadah, dan membangunkan
istri-istrinya untuk beribadah.” (HR. Bukhari no. 2024 dan Muslim no. 1174)
Tanda Seseorang Mendapatkan Malam Lailatul Qadar
Syaikh Khalid Al-Mushlih hafizhahullah menyatakan bahwa
tidak ada tanda khusus jika seseorang telah mendapatkan Lailatul Qadar. Terang
beliau, kalau kita memperbanyak beribadah terus menerus di sepuluh hari
terakhir Ramadhan, tentu akan mendapatkan malam penuh kemuliaan tersebut.
Demikian yang beliau utarakan dalam salah satu video beliau di sini.
Yang patut pula dipahami bahwa cara menghidupkan malam
tersebut bisa dengan mengerjakan shalat Isya, shalat tarawih (shalat malam) dan
shalat shubuh. Mengerjakan ketiga shalat ini dapat dicatat telah mengerjakan
shalat semalam suntuk.
Dari ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ شَهِدَ الْعِشَاءَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ قِيَامُ نِصْفِ لَيْلَةٍ وَمَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ وَالْفَجْرَ فِى جَمَاعَةٍ كَانَ لَهُ كَقِيَامِ لَيْلَةٍ
“Siapa yang menghadiri shalat ‘Isya berjamaah, maka baginya
pahala shalat separuh malam. Siapa yang melaksanakan shalat ‘Isya dan Shubuh
berjamaah, maka baginya pahala shalat semalam penuh.” (HR. Muslim no. 656 dan
Tirmidzi no. 221).
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا قَامَ مَعَ الإِمَامِ حَتَّى يَنْصَرِفَ حُسِبَ لَهُ بَقِيَّةُ لَيْلَتِهِ
“Sesungguhnya jika seseorang shalat bersama imam hingga imam
selesai, maka ia dihitung mendapatkan pahala shalat di sisa malamnya.” (HR.
Ahmad 5: 163. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth menyatakan bahwa sanad hadits ini
shahih sesuai syarat Muslim)
Semoga Allah memudahkan kita untuk mendapatkan keutamaan
Lailatul Qadar. Perlu sekali untuk dikaji lebih jauh tentang:
sumber : rumaysho.com