Medianda - Ojek daring atau ojek online saat masa pandemi mengalami
kesusahan karena tidak ada order yang masuk. Padahal mereka harus menanggung
kebutuhan keluarga di rumah. Begitu juga hampir dua juta orang dirumahkan dan
terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) saat pandemi ini. Apakah boleh zakat
diberikan kepada orang-orang semacam ini?
Kita sudah memahami bersama bahwa zakat itu didistribusikan
kepada delapan golongan sebagaimana disebutkan dalam ayat berikut,
إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللَّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِنَ اللَّهِ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ
“Sesungguhnya zakat-zakat itu,
hanyalah untuk: (1) orang-orang fakir, (2) orang-orang miskin, (3) amil zakat,
(4) para mualaf yang dibujuk hatinya, (5) untuk (memerdekakan) budak, (6)
orang-orang yang terlilit utang, (7) untuk jalan Allah, dan (8) untuk mereka
yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah,
dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah: 60).
Menurut Syaikh Prof. Dr. Muhammad Az-Zuhaily, orang fakir
itu tidak memiliki harta dan pekerjaan atau ia memiliki harta dan pekerjaan
tetapi tidak bisa mencukupi kebutuhan makan, pakaian, tempat tinggal dan
kebutuhan pokok yang layak. Semisal kebutuhannya orang fakir itu sepuluh. Ia
hanya bisa memenuhi dua atau tiganya saja. Adapun orang miskin adalah orang
yang punya pekerjaan yang layak namun tidak bisa memenuhi kebutuhan makan,
pakaian, tempat tinggal, dan hajatnya. Hajat yang dimaksud adalah kebutuhan
keluarga yang ia tanggung nafkahnya. Semisal kebutuhannya itu sepuluh. Ia hanya
bisa memenuhi tujuh atau delapannya. Dari sini, kita bisa pahami bahwa keadaan
fakir lebih susah dibanding miskin.
Ada yang memiliki perahu bisa masuk dalam kategori miskin
seperti dalam kisah Khidr dan Musa pada ayat,
أَمَّا ٱلسَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَٰكِينَ يَعْمَلُونَ فِى ٱلْبَحْرِ فَأَرَدتُّ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَآءَهُم مَّلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
“Adapun bahtera itu adalah
kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan
bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap
bahtera.” (QS. Al-Kahfi: 79). Berarti orang miskin itu memiliki sesuatu untuk
memenuhi kebutuhannya namun belum mencukupi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
itu berdoa meminta perlindungan dari kefakiran. Hal ini menunjukkan bahwa
kefakiran itu lebih parah. Dalam ayat sendiri, orang fakir disebut lebih
dahulu. Ini menunjukkan dimulai dari yang lebih penting.
Orang miskin diberi zakat sebagaimana orang fakir untuk
mencukupi kebutuhannya.
Orang fakir dan miskin yang diberi tidak disyaratkan harus
zaminan (punya penyakit kronis). Mereka juga tidak disyaratkan tidak boleh
mengemis. Karena nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi pada yang mengemis
dan yang tidak mengemis, begitu pula beliau memberi pada orang yang tidak punya
penyakit kronis.
Pemenuhan kebutuhan fakir dan miskin mencakup kebutuhan
nikah dan kebutuhan buku pelajaran untuk belajar dan mengajar. Lihat bahasan
Al-Mu’tamad fii Al-Fiqh Asy-Syafii, 2:106-108.
Dari penjelasan di atas, diikhtisarkan bahwa pengemudi ojek
daring (online), begitu pula para pekerja yang di-PHK bisa termasuk golongan
fakir atau miskin dalam kondisi pandemi saat ini, sehingga mereka berhak
menerima zakat.
Apalagi mereka yang diberi zakat masih kerabat
Dari Salman bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الصَّدَقَةَ عَلَى الْمِسْكِينِ صَدَقَةٌ وَعَلَى ذِي الرَّحِمِ اثْنَتَانِ صَدَقَةٌ وَصِلَةٌ
“Sesungguhnya sedekah kepada
orang miskin pahalanya satu sedekah, sedangkan sedekah kepada kerabat pahalanya
dua; pahala sedekah dan pahala menjalin hubungan kekerabatan.” (HR. An-Nasa’i,
no. 2583; Tirmidzi, no. 658; Ibnu Majah, no. 1844. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini sahih).
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada
Zainab istri ‘Abdullah bin Mas’ud yang ingin memberikan zakat pada suaminya dan
anak yatim dalam asuhannya, beliau bersabda,
نَعَمْ لَهَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Benar, untuk sedekah pada
kerabat akan mendapatkan dua ganjaran: (1) pahala menjalin hubungan kerabat,
(2) pahala sedekah itu sendiri.” (HR. Bukhari, no. 1466; Muslim, no. 1000)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan pada Abu
Thalhah yang ingin menyedekahkan kebun Bairaha, kebun kurma terbaik miliknya,
وَإِنِّى أَرَى أَنْ تَجْعَلَهَا فِى الأَقْرَبِينَ
“Saya berpandangan bahwa yang
terbaik adalah engkau berikan sedekahmu itu pada kerabatmu.” (HR. Bukhari, no.
5611; Muslim, no. 998)
Demikianlah, Semoga apa yang kami bagikan dapat menambah pengetahuan anda.
Sumber : rumaysho.com