MediandaTerkini – Sahabat medianda
terkini pembaca yang budiman, ketahuilah bahwa perbuatan dosa seseorang dapat
menahan rezeki Allah kepadanya dan ketakwaan dapat melancarkannya. Allah
Subhaanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an:
اتْلُ مَا أُوحِيَ إِلَيْكَ مِنَ الْكِتَابِ وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ (45)
“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah
shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan
mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (QS
Al-‘Ankabuut: 45)
Tafsir Ringkas
“Bacalah
apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-Kitab (Al-Qur’an),” Allah
subhaanahu wa ta’aala memerintahkan kepada kita untuk membaca wahyunya, yaitu
Al-Qur’an. Arti dari membacanya adalah mengikuti semua yang terkandung di
dalamnya, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya, berjalan di atas
petunjuk-Nya, membenarkan seluruh pengabaran-Nya, merenungi makna-makna yang
terkandung di dalam Al-Qur’an dan membaca lafaz-lafaznya.
Maksud dari penyebutan
“bacalah” dalam ayat ini hanyalah penyebutan sebagian makna untuk mewakili
makna yang lain. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa arti perkataan
“bacalah” adalah menjalankan agama seluruhnya. Sehingga perintah berikutnya,
yaitu “dan dirikanlah shalat!” hanyalah penyebutan sebagian hal dari keumuman perintah
untuk menjalankan seluruh agama.
Sahabat medianda terkini di
dalam ayat ini terdapat perintah khusus untuk mengerjakan shalat, karena shalat
memiliki banyak keutamaan, kemuliaan dan akibat-akibat yang sangat indah, di
antaranya (disebutkan pada ayat ini) “Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.”
Al-Fahsyaa’
(perbuatan-perbuatan keji) artinya seluruh dosa yang dianggap besar dan sangat
buruk dan jiwa terpancing untuk melakukannya. Al-Munkar adalah setiap m4k5iat
yang diingkari oleh akal dan fitrah manusia. Mengapa shalat bisa mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar? Ini dikarenakan seorang hamba jika mengerjakannya
dengan menyempurnakan rukun-rukun dan syarat-syarat shalat serta memperhatikan
ke-khusyuu’-annya, maka hal tersebut dapat menerangi dan membersihkan hatinya,
menambah keimanannya, semakin kuat keinginannya untuk berbuat baik dan semakin
sedikit atau bahkan tidak ada keinginan untuk melakukan keburukan.
Oleh sebab itu, dengan selalu
mengerjakan dan menjaga shalat dengan sifat yang telah disebutkan, shalat akan
mencegah seseorang untuk melakukan perbuatan yang keji dan mungkar. Dan ini
termasuk tujuan dan hasil dari shalat. Dzikir di dalam shalat mencakup dzikir
di dalam hati, lisan dan badan. Sesungguhnya Allah menciptakan manusia hanyalah
untuk beribadah kepadanya. Dan ibadah yang paling afdhal yang dilakukan oleh
manusia adalah shalat. Di dalam shalat terdapat ibadah dengan menggunakan
seluruh tubuh, yang tidak terdapat pada ibadah selainnya. Oleh karena itu,
Allah subhaanahu wa ta’aala mengatakan, “Dan Sesungguhnya mengingat Allah
adalah lebih besar”
“Dan
Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan,” baik hal-hal yang baik maupun yang
buruk. Allah subhaanahu wa ta’aala akan membalas dengan balasan yang sesuai.1
Penjabaran Ayat
وَأَقِمِ الصَّلَاةَ إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Dan
dirikanlah shalat! Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan)
keji dan mungkar.”
Allah subhaanahu wa ta’aala
memerintahkan hamba-Nya untuk mengerjakan shalat. Shalat memiliki berbagai
macam manfaat. Di antara manfaat shalat adalah seseorang akan terhalangi untuk
mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah
radhiallaahu ‘anhu bahwasanya dia berkata:
جَاءَ رَجُلٌ إِلَى النَّبِيِّ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ-، فَقَالَ: إِنَّ فُلاَنًا يُصَلِّي بِاللَّيْلِ، فَإِذَا أَصْبَحَ سَرَقَ. قَالَ: (( إِنَّهُ سَيَنْهَاهُ مَا تَقُولُ.))
“Seorang
laki-laki mendatangi Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan berkata,
‘Sesungguhnya si Fulan shalat di malam hari, tetapi di waktu pagi dia mencuri.’
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya shalatnya tersebut
akan menahan dirinya untuk melakukan seperti yang engkau katakan.’.”2
Ibnu Mas’uud dan Ibnu ‘Abbas
radhiallaahu ‘anhumaa berkata:
في الصلاة منتهى ومزدجر عن معاصي الله، فمن لم تأمره صلاته بالمعروف، ولم تنهه عن المنكر، لم يزدد بصلاته من الله إلا بعدًا.
“Di
dalam shalat terdapat sesuatu yang dapat menahan dan mencegah seseorang dari
mengerjakan perbuatan m4k5iat kepada Allah. Barang siapa yang shalatnya tidak
menyuruhnya untuk melakukan perbuatan ma’ruuf (yang baik) dan tidak melarangnya
dari perbuatan mungkar, maka dia hanya membuat dirinya semakin jauh dari Allah
dengan shalat tersebut.
Al-Qatadah dan Al-Hasan
rahimahumallaah berkata:
من لم تنهه صلاته عن الفحشاء والمنكر فصلاته وبال عليه
“Barang
siapa yang shalatnya tidak dapat menahannya dari melakukan perbuatan fahsyaa’
dan mungkar, maka shalatnya tersebut menjadi perusak dirinya.”3
وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا تَصْنَعُونَ
Dan sesungguhnya mengingat
Allah adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan
Perkataan Allah “dan
sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar” ditafsirkan dengan berbagai
macam tafsir berikut:4
Mengingat Allah lebih besar
pengaruhnya untuk menahan seseorang dari melakukan perbuatan keji dan mungkar
daripada shalat, karena shalat memang dapat mencegah seseorang untuk melakukan
kemungkaran di dalam shalat, tetapi ketika di luar shalat pengaruhnya lebih
kecil. Sedangkan ber-dzikir kepada Allah bisa menjadi pelindung darinya dari
melakukan perbuatan mungkar setiap saat.
Ber-dzikir kepada Allah
termasuk amalan yang paling afdhal. Di dalam riwayat Abud-Darda’ radhiallaahu
‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para
sahabatnya:
(( أَلاَ أُنَبِّئُكُمْ بِخَيْرِ أَعْمَالِكُمْ وَأَرْضَاهَا عِنْدَ مَلِيكِكُمْ وَأَرْفَعِهَا فِي دَرَجَاتِكُمْ وَخَيْرٍ لَكُمْ مِنْ إِعْطَاءِ الذَّهَبِ وَالْوَرِقِ وَمِنْ أَنْ تَلْقَوْا عَدُوَّكُمْ فَتَضْرِبُوا أَعْنَاقَهُمْ وَيَضْرِبُوا أَعْنَاقَكُمْ؟ )) قَالُوا: وَمَا ذَاكَ يَا رَسُولَ اللهِ؟ قَالَ: (( ذِكْرُ اللَّهِ.))
“Maukah
saya kabarkan kepada kalian amalan yang paling baik dari amalan-amalan kalian,
lebih di-ridha-i oleh Pemilik kalian, lebih meningggikan kalian dari
derajat-derajat kalian, lebih baik daripada memberikan emas dan perak, serta
lebih baik daripada kalian bertemu dengan musuh kalian, kalian penggal
kepala-kepala mereka kemudian mereka memenggal kepala kalian?” Mereka pun
berkata, “Apakah itu, ya Rasulullah!” Beliau berkata, “Dzikir kepada Allah.”
“Dan
Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar” diterjemahkan dengan “Dan
sesungguhnya Dzikir Allah (di hadapan para malaikat kepada hamba-hambanya)
lebih besar (daripada dzikir hamba kepada Allah). Di antara dalil yang
menunjukkan hal tersebut adalah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Allah subhaanahu wa ta’aala berkata:
مَنْ ذَكَرَنِي فِي نَفْسِهِ ، ذَكَرْتُهُ فِي نَفْسِي ، وَمَنْ ذَكَرَنِي فِي مَلَأٍ مِنَ النَّاسِ ، ذَكَرْتُهُ فِي مَلَأٍ أَكْثَرَ مِنْهُمْ وَأَطْيَبَ.
“Barang
siapa yang mengingatku di dalam dirinya maka aku akan mengingatnya di dalam
diriku. Barang siapa yang mengingatku di sekelompok orang, maka Aku akan
mengingatnya di sekelompok (makhluk) yang lebih banyak dan lebih baik dari
itu.”5
‘Abdullah
bin Rabi’ah rahimahullaah berkata, “Ibnu ‘Abbas pernah berkata kepadaku,
‘Apakah engkau mengetahui tafsir dari perkataan Allah ta’aalaa (وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ )?’
Saya pun mengatakan, ‘Ya.’ Beliau berkata, ‘Apa tafsirnya?’ Saya menjawab, ‘Dia
adalah bertasbih, bertahmid dan bertakbir di dalam shalat, begitu pula membaca
Al-Qur’an dan yang sejenisnya.’ Beliau berkata, ‘Engkau telah mengatakan
sesuatu perkataan yang mengherankan. Artinya tidak seperti itu, tetapi yang
benar adalah Allah mengingat kalian ketika Allah memerintahkan dan melarang di
saat kalian mengingatnya, lebih besar daripada ingat kalian kepada-Nya.
“Dan
Sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar” diterjemahkan dengan “Dan
sesungguhnya mengingat Allah (dengan shalat) adalah lebih besar (daripada
mengingatnya di selain shalat). Hal ini sebagaimana terdapat pada ayat:
{فَاسَعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ}
“Bersegeralah
menuju dzikir (mengingat) Allah.” (QS Al-Jumu’ah: 9)
Arti dzikir dalam ayat ini
adalah shalat Jumat. Begitu pula dengan ayat dalam surat Al-‘Ankabuut ini, arti
dzikir dalam ayat ini adalah shalat.
Shalat
mencegah dari perbuatan keji dan mungkar
Sahabat medianda terkini shalat
bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana disebutkan di dalam
ayat ini. Begitu pula seperti apa yang dialami oleh Nabi Syu’aib
‘alaihissalaam. Kaum Nabi Su’aib ‘alaihissalaam mencela Nabi Syu’aib dengan
mengatakan:
قَالُوا يَا شُعَيْبُ أَصَلَاتُكَ تَأْمُرُكَ أَنْ نَتْرُكَ مَا يَعْبُدُ آبَاؤُنَا أَوْ أَنْ نَفْعَلَ فِي أَمْوَالِنَا مَا نَشَاءُ
“Mereka
berkata, ‘Ya Syu’aib apakah shalatmu yang memerintahkan kepadamu agar kami
meninggalkan apa-apa yang bapak-bapak kami ibadahi atau kami melakukan pada
harta-harta kami apapun yang kami inginkan.” (QS. Huud: 87).
Nabi Syu’aib ‘alaihissalaam
terkenal dengan kerajinannya dalam mengerjakan shalat, sehingga kaumnya pun
terheran-heran ketika mereka disuruh untuk meninggalkan kesyirikan dan
meninggalkan perbuatan haram mereka dalam mencari harta. Ini menunjukkan bahwa
shalat berpengaruh terhadap ketaatan seseorang kepada Allah dan dapat menahan
dirinya untuk mencari harta dari jalan yang diharamkan.
Shalat yang seperti apa yang
dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar?
Abul-‘Aliyah rahimahullaah
mengatakan:
إن الصلاة فيها ثلاث خصال فكل صلاة لا يكون فيها شيء من هذه الخلال فليست بصلاة: الإخلاص والخشية وذكر الله. فالإخلاص يأمره بالمعروف، والخشية تنهاه عن المنكر، وذكر القرآن يأمره وينهاه.
“Sesungguhnya
di dalam shalat terdapat tiga hal. Setiap shalat yang tidak terdapat satu hal
saja dari ketiga hal ini maka dia bukanlah shalat, yaitu: keikhlasan, rasa
takut dan mengingat Allah. Keikhlasan akan menyuruhnya untuk berbuat
kema’ruufan, ketakutannya kepada Allah akan melarangnya dari perbuatan mungkar
dan dzikir-nya dengan membaca Al-Qur’an akan menyuruh dan melarangnya.”
Ibnu ‘Aun Al-Anshari
rahimahullaah berkata:
إذا كنت في صلاة فأنت في معروف، وقد حجزتك عن الفحشاء والمنكر.
“Apabila
engkau sedang shalat, maka engkau berada di dalam hal yang ma’ruf (baik).
Engkau telah menahan dirimu dari mengerjakan perbuatan keji dan mungkar.”6
Syaikh Abu Bakr Jabir
Al-Jazairi hafidzhahullaah berkata, “Di dalam shalat hal pertama yang dilakukan
adalah mengikhlaskan ibadah hanya kepada Allah, kemudian hal kedua adalah
menjaga kebersihan hati dari memalingkan ibadah kepada selain Rabb (Allah)
ta’aalaa ketika mengerjakannya. Kemudian mengerjakan shalat pada waktu-waktunya
di masjid-masjid, rumah Allah, dan bersama jamaah kaum muslimin, hamba-hamba
Allah dan wali-walinya. Kemudian memperhatikan rukun-rukunnya, di antaranya:
membaca Al-Fatihah, ruku’ serta ber-thuma’ninah di dalamnya, bangkit dari ruku’
serta ber-thuma’ninah di dalamnya, kemudian sujud di atas dahi dan hidung serta
ber-thuma’ninah di dalamnya dan rukun terakhirnya adalah khusyuu’, yaitu
ketenangan, kelembutan hati dan meneteskan air mata. Shalat yang seperti inilah
yang memunculkan cahaya energi yang dapat menghalangi seseorang dari
menceburkan dirinya ke dalam syahwat dan dosa, serta mendatangi perbuatan keji
dan mengerjakan perbuatan mungkar.”7
Pengaruh
dosa pada rezeki seorang hamba
Sahabat medianda terkini dosa
yang dilakukan oleh seseorang dapat berpengaruh terhadap rezeki yang Allah
berikan kepadanya. Allah menahan rezeki orang-orang yang berbuat m4k5iat. Allah
subhaanahu wa ta’aala berfirman:
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَى آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِمْ بَرَكَاتٍ مِنَ السَّمَاءِ
“Jikalau
penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan
kepada mereka keberkahan dari langit dan bumi.” (QS Al-A’raf : 96)
وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَكَفَّرْنَا عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَلَأَدْخَلْنَاهُمْ جَنَّاتِ النَّعِيمِ (65) وَلَوْ أَنَّهُمْ أَقَامُوا التَّوْرَاةَ وَالْإِنْجِيلَ وَمَا أُنْزِلَ إِلَيْهِمْ مِنْ رَبِّهِمْ لَأَكَلُوا مِنْ فَوْقِهِمْ وَمِنْ تَحْتِ أَرْجُلِهِمْ (66)
“Dan
sekiranya ahli kitab beriman dan bertakwa, tentulah kami tutup (hapus)
kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah kami masukkan mereka kedalam
surga-surga yang penuh kenikmatan. Dan sekiranya mereka sungguh-sungguh
menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan (Al-Qur’an) yang diturunkan kepada
mereka dari Tuhan-nya, niscaya mereka akan mendapat makanan dari atas dan dari
bawah kaki mereka.” (QS Al-Ma-idah: 65-66)
وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (2) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ (3)
“(2)
Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya dia akan mengadakan baginya jalan
keluar. (3) dan memberinya rezeki dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS
Ath-Thalaq: 2-3)
Ayat-ayat di atas menunjukkan
kaitan yang besar antara rezeki seseorang dengan ketakwaannya kepada Allah
subhanahu wa ta’ala. Orang yang berbuat m4k5iat kepada Allah bukanlah orang
yang bertakwa kepada-Nya.
Menjaga
shalat dapat melancarkan rezeki seseorang
Sahabat medianda terkini orang
yang meninggalkan shalat telah melakukan dosa yang sangat besar. Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam:
إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلاَةِ
“Sesungguhnya
pembeda antara seseorang dengan kesyirikan atau kekafiran adalah meninggalkan
shalat.”8
Orang yang meninggalkan shalat
bukanlah orang yang bertakwa kepada Allah. Allah subhaanahu wa ta’aala
menyebutkan kaitan yang erat antara shalat dan rezeki seseorang di dalam ayat
berikut, Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
وَلَا تَمُدَّنَّ عَيْنَيْكَ إِلَى مَا مَتَّعْنَا بِهِ أَزْوَاجًا مِنْهُمْ زَهْرَةَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا لِنَفْتِنَهُمْ فِيهِ وَرِزْقُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَأَبْقَى (131) وَأْمُرْ أَهْلَكَ بِالصَّلَاةِ وَاصْطَبِرْ عَلَيْهَا لَا نَسْأَلُكَ رِزْقًا نَحْنُ نَرْزُقُكَ وَالْعَاقِبَةُ لِلتَّقْوَى (132)
“(131)
Dan janganlah kamu tujukan kedua matamu kepada apa yang telah kami berikan
kepada golongan-golongan dari mereka, sebagai bunga kehidupan dunia untuk kami
cobai mereka dengannya. dan karunia Tuhan kamu adalah lebih baik dan lebih
kekal. (132) Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan
bersabarlah kamu dalam mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki kepadamu,
Kami-lah yang memberi rezeki kepadamu. dan akibat (yang baik) itu adalah bagi
orang yang bertakwa.” (QS Thaha: 131-132).
Ayat tersebut dengan jelas
menyebutkan bahwa orang yang mengerjakan shalat kemudian memiliki kesabaran
yang kuat ketika mengerjakannya, maka dia akan diberikan rezeki oleh Allah
tanpa bersusah payah mencarinya. Dan ini adalah ganjaran bagi orang yang bertakwa
kepada Allah subhanahu wa ta’ala.
Di dalam kisah Nabi Syu’aib
‘alaihissalaam, Allah subhaanahu wa ta’aala menyebutkan perkataan Nabi Syu’aib
setelah kaumnya memahami bahwa shalatlah yang menahan diri beliau untuk
melakukan perbuatan mungkar:
قَالَ يَا قَوْمِ أَرَأَيْتُمْ إِنْ كُنْتُ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّي وَرَزَقَنِي مِنْهُ رِزْقًا حَسَنًا
“Syu’aib
berkata: “Hai kaumku, bagaimana pikiranmu jika Aku mempunyai bukti yang nyata
dari Tuhanku dan dianugerahi-Nya Aku dari pada-Nya rezki yang baik (patutkah
Aku menyalahi perintah-Nya)?” (QS Huud: 88).
Nabi Syu’aib ‘alaihissalam
menjelaskan kepada mereka bahwa dengan shalat dan penjelasan yang nyata dari
Rabb-nya, maka Allah memberikan kepadanya rezeki yang baik dan halal. Berbeda
dengan apa yang mereka lakukan. Mereka sibuk mencari harta-harta haram.
Akan tetapi, sebagian orang
tidak mempercayai adanya kaitan yang erat antara shalat dengan rezeki
seseorang. Ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dikatakan oleh kaum Nabi
Syu’aib ‘alaihissalaam:
قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ
“Wahai
Syu’aib! Kami tidak paham banyak hal dari apa yang kamu katakan.” (QS Huud:
91).
Hal ini dikarenakan terikatnya
hati-hati mereka dengan dunia lebih besar daripada keterikatan mereka dengan
shalat.
Bertaubat
dari meninggalkan shalat
Orang-orang yang belum bisa
mengerjakan shalat lima waktu sudah sepantasnya bertaubat kepada Allah dengan
segera. Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala Maha Mengampuni hamba-hambanya
yang bertaubat kepada-Nya.
Di antara hal-hal yang dapat
meleburkan dosa adalah mengerjakan shalat lima waktu. Diriwayatkan dari Abu
Hurairah radhiallaahu ‘anhu bahwasnya dia mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
أَرَأَيْتُمْ لَوْ أَنَّ نَهَرًا بِبَابِ أَحَدِكُمْ يَغْتَسِلُ فِيهِ كُلَّ يَوْمٍ خَمْسًا مَا تَقُولُ ذَلِكَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ ؟ قَالُوا : لاَ يُبْقِي مِنْ دَرَنِهِ شَيْئًا قَالَ فَذَلِكَ مِثْلُ الصَّلَوَاتِ الْخَمْسِ يَمْحُو اللَّهُ بِهَا الْخَطَايَا.
“Bagaimana
menurut kalian jika di depan pintu seorang di antara kalian terdapat sungai yang
setiap hari dia mandi di dalamnya. Apakah akan tersisa kotoran di tubuhnya?”
Para sahabat menjawab, “Tidak tersisa kotoran sedikit pun di tubuhnya.” Beliau
berkata, “Seperti itulah shalat lima waktu, Allah bisa menghapuskan dosa-dosa
dengannya.”
Allah subhaanahu wa ta’aala
menjanjikan rezeki yang berlimpah untuk orang-orang yang mau bertaubat kepada
Allah subhanahu wa ta’ala. Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
فَقُلْتُ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ إِنَّهُ كَانَ غَفَّارًا (10) يُرْسِلِ السَّمَاءَ عَلَيْكُمْ مِدْرَارًا (11) وَيُمْدِدْكُمْ بِأَمْوَالٍ وَبَنِينَ وَيَجْعَلْ لَكُمْ جَنَّاتٍ وَيَجْعَلْ لَكُمْ أَنْهَارًا (12)
“(10)
Maka aku katakan kepada mereka: ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu! Sesungguhnya
dia adalah Maha Pengampun, (11). Niscaya dia akan mengirimkan hujan kepadamu
dengan lebat, (12) Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan
untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
(QS Nuuh: 10-12)
Kesimpulan
Sahabat medianda terkini dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
Shalat dan Dzikir kepada Allah
dapat menahan seseorang dari mengerjakan pekerjaan keji dan mungkar.
Shalat yang dapat mencegah dari
perbuatan keji dan mungkar adalah shalat yang terpenuhi di dalamnya:
rukun-rukun shalat, keikhlasan, kekusyu’an, ketakutan kepada Allah dan dzikir
kepada Allah.
Perbuatan dosa seseorang dapat
menahan rezeki Allah kepadanya dan ketakwaan dapat melancarkannya.
Shalat sangat berpengaruh
kepada ketakwaan seseorang dan dapat menjadi sebab dibukakannya pintu rezeki
yang halal dan baik.
Shalat lima waktu dapat
menghapuskan dosa-dosa seseorang yang telah lalu. Semoga bermanfaat.
Sumber/foto/artikelasal:Muslim.or.id