Rabu, 10 Januari 2018

Ternyata Inilah Hukum Merayakan Ulang Tahun. Apakah Dibolehkan Dalam Islam? Berikut Penjelasannya

MediandaTerkini – Sahabat medianda terkini mungkin sudah biasa kita melihat masyarakat disekitar kita yang merayakan hari special tanggal lahirnya. Ada hari yang dirasa spesial bagi kebanyakan orang. Hari yang mengajak untuk melempar jauh ingatan ke belakang, ketika saat ia dilahirkan ke muka bumi, atau ketika masih dalam buaian dan saat-saat masih bermain dengan ceria menikmati masa kecil.



Ketika hari itu datang, manusia pun kembali mengangkat jemarinya, untuk menghitung kembali tahun-tahun yang telah dilaluinya di dunia. Ya, hari itu disebut dengan hari ulang tahun.

Biasanya hari ulang tahun dihadapi dengan melakukan perayaan, baik berupa acara pesta, atau makan besar, atau syukuran.

Nah sahabat medianda terkini, pertanyaan yang hendak kita cari tahu jawabannya adalah, bagaimana sikap yang Islami menghadapi hari ulang tahun? Bagaimana hukumnya dalam Islam?

Perayaan Ulang Tahun Yang Dilarang

Sebagian ulama melarang perayaan ulang tahun karena dikhawatirkan itu mengikuti kebiasaan budaya barat yang tidak sejalan dengan ajaran agama Islam.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda, “Orang yang meniru suatu kaum, ia seolah adalah bagian dari kaum tersebut” (HR. Abu Dawud)

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengingatkan, “Kalian pasti akan mengikuti kebiasaan-kebiasaan orang-orang sebelum kalian sejengkal demi sejengkal dan sehasta demi sehasta, bahkan, seandainya mereka masuk ke dalam sarang biawak pun kalian mengikuti mereka.”

Kami (para sahabat) bertanya, “Ya Rasulullah, apakah itu kaum Yahudi dan Nashrani?” Beliau berkata, “Siapa lagi.” (HR. Bukhari)

Penyerupaan terhadap perayaan orang non muslim disebabkan adanya hal-hal yang munkar di dalamnya. Misalnya menyalakan dan meniup lilin, memasang gambar patung (walaupun berukuran kecil) di tengah-tengah kue yang dihidangkan atau nyanyian dan memainkan alat musik yang diharamkan.

Atau mengadakan pesta berlebihan yang banyak mengandung kemaksiatan. Juga memakai atribut simbol agama lain. Seperti topi kerucut dan terompet. Karena hal tersebut termasuk syi’ar orang-orang non muslim atau syi’ar orang fasik.

Memperingati Hari Lahir Yang Dibolehkan
Sahabat medianda terkini tasyakuran memberi makan anak yatim dan dhuafa.Apakah benar bahwa memperingati hari kelahiran tidak ada tuntunannya dalam Islam dan tidak pernah dicontohkan oleh Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam

Disebut dalam suatu riwayat tentang asal mula disunnahkannya puasa di hari Senin. Rasulullah ditanya tentang puasa Senin, beliau menjawab, “Hari itu aku dilahirkan dan pada hari itu (pula) wahyu di turunkan kepadaku.” (HR. Muslim)

Maka jika ditanyakan, apakah ada dalil syara’ mengenai peringatan hari kelahiran? Jawabnya ada, yaitu dalil qiyas. Dengan catatan tegas bahwa peringatan hari kelahiran yang dibolehkan adalah bila dilakukan dengan hal-hal kebaikan.

Bisa dengan tasyakuran bersyukur masih diberi usia oleh Allah, muhasabah diri untuk mengevaluasi kesalahan2 dan kekurangan untuk bisa diperbaiki ke depan, juga dengan bersedekah misalnya memberi makan anak yatim dan dhuafa.

Dasar pengambilan hukum seperti tersebut di atas adalah keterangan dari kitab Al-Iqna’ juz I hal. 162 : “Imam Qommuli berkata : kami belum mengetahui pembicaraan dari salah seorang ulama kita tentang ucapan selamat hari raya, selamat ulang tahun tertentu atau bulan tertentu, sebagaimana yang dilakukan oleh banyak orang, akan tetapi al-hafidz al-Mundziri memberi jawaban tentang masalah tersebut.

Sahabat medianda terkini memang selama ini para ulama berselisih pendapat, menurut pendapat kami, tahni’ah itu mubah, tidak sunnah dan tidak bid’ah, Imam Ibnu Hajar setelah mentelaah masalah itu mengatakan bahwa tahni’ah itu disyari’atkan.

Dalilnya yaitu bahwa Imam Baihaqi membuat satu bab tersendiri untuk hal itu dan dia berkata : “Maa ruwiya fii qaulin nas” dan seterusnya, kemudian meriwayatkan beberapa hadits dan atsar. Namun secara kolektif riwayat tersebut bisa digunakan dalil tentang tahni’ah.

Secara umum, dalil dalil tahni’ah bisa diambil dari adanya anjuran sujud syukur dan ucapan yang isinya menghibur sehubungan dengan kedatangan suatu mikmat atau terhindar dari suatu mala petaka.

Dan juga dari hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim bahwa sahabat Ka’ab bin Malik sewaktu ketinggalan/tidak mengikuti perang Tabuk dia bertaubat, ketika menerima kabar gembira bahwa taubatnya diterima, dia menghadap kepada Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam. maka sahabat Thalhah bin Ubaidillah berdiri untuk menyampaikan ucapan selamat kepadanya”. (nu)

Simak penjelasan lengkap tentang hukum merayakan ulang tahun dari ustadz Abdul Somad Lc, MA



curhatmuslimah.com
Share on Facebook
Share on Twitter
Share on Google+

Related : Ternyata Inilah Hukum Merayakan Ulang Tahun. Apakah Dibolehkan Dalam Islam? Berikut Penjelasannya