MediandaTerkini – Sahabat medianda
terkini mungkin bagi anda sang suami,orang tua,saudara atau tetangga perlu membaca hal ini. Jangan pernah katakan
atau tanyakan hal-hal ini pada para ibu rumah tangga. Kenapa? Karena inilah
jawaban kami.
1. “Apa yang kamu kerjakan
seharian di rumah?”
Oh, kami hanya tidur makan
tidur makan tidur makan, tentu saja. Itulah yang kami lakukan kalau saja nggak
ada anak-anak yang butuh makanan sehat untuk dimakan, setumpuk cucian untuk
dicuci dan dijemur, setumpuk pakaian kering yang harus disetrika, lantai rumah
yang harus dipel, meja makan yang harus rapi, dan suami yang juga minta
diperhatikan.
2. “Kamu pasti bisa punya
banyak waktu me-time.”
Apa itu me-time? Oh, kami tahu!
Me time adalah waktu luang di antara bangun pagi kuterus mandi, masak, siapkan
sarapan, antar anak sekolah, pulangnya mampir warung untuk belanja sayuran,
sampai di rumah mencuci semua pakaian yang disambi setrika, lalu jemput anak
sekolah dan antar mereka ke tempat les, lalu pulang untuk angkat jemuran dan
masak untuk malam hari kan?
3. “Wah, everyday is holiday
dong!”
Define: holiday, please. Libur
mandi karena ada bocah balita yang mengikuti kami ke mana pun kami pergi, bahkan
saat ke kamar mandi untuk pee dan poo? Libur tidur kalau ada yang meler atau
demam di malam hari? Libur selonjoran, kalau ada yang minta dibuatin susu,
sedangkan yang satu berteriak dari kamar mandi karena lupa bawa handuk?
4. “Lalu buat apa gelar sarjanamu
kalau kamu hanya tinggal di rumah?”
Ya buat dampingin anak-anak
ngerjain PR sekolahnya. Tahu kan, kalau pelajaran sekolah sekarang ini begitu
mengerikan? Sudah tak ada lagi 1 + 1 = 2, satu satu kusayang ibu dua dua aku
sayang ayah di kelas satu SD. Tanpa gelar sarjana, kami nggak bisa memberikan
jawaban untuk setiap pertanyaan anak-anak kami. Mengapa ada awan di langit?
Mengapa harimau kakinya empat? Mengapa daun warnanya hijau, bukannya ungu?
Mengapa hewan nggak bisa ngomong kayak manusia?
Baca Juga : Renungan Untuk Suami, Mengapa Istri Tidak Pernah Berdandan Di Rumah
5. “Ah, suamimu pasti punya
jabatan dan gaji yang gede ya, sampai kamu bisa cukup hanya jadi ibu rumah
tangga saja.”
Sebenarnya alasan yang lebih
tepat adalah karena biaya daycare dan babysitter itu terlalu besar.
Uang yang kami bayarkan pada
daycare tiap bulan itu sebesar uang yang bisa kami belanjakan untuk menambah
gizi anak-anak. Begitu juga dengan babysitter. Gaji mereka akan lebih
bermanfaat kalau kami belikan buku-buku, segala permainan yang membantu
perkembangan kognitifnya, atau membawa mereka jalan-jalan supaya lebih mengenal
alam. Ataupun mengenalkan mereka pada musik, tari dan segala jenis minat yang
lain.
6. “Oh. Jadi kamu nggak kerja
ya?”
Well, pada dasarnya kami memang
tak digaji untuk menjadi ibu rumah tangga. Dan juga tak seperti pekerja kantoran
yang lain, kami juga tak punya izin sakit ataupun cuti bersama. Kami juga nggak
bisa pensiun atau resign. Kami nggak punya job description. Kami koki, cleaning
service, akuntan, supir, karyawan laundry, wasit, bahkan terkadang kami juga
berkutat dengan palu, paku, dan tang. Belum termasuk sebagai psikolog dan
motivator, saat semua orang sedang merasa tak bersemangat, kami juga harus bisa
mengembalikan mood mereka.
7. “Jadi, apa yang kamu lakukan
saat anak-anak sekolah? Nonton tivi?”
Hanya karena anak-anak nggak di
rumah, bukan berarti tak ada hal yang tak bisa kami kerjakan. Mungkin saja,
saat mereka sekolah kami lagi sibuk bikin roket.
Ya, roket yang kami buat dari
beberapa kardus bekas yang ditumpuk sedemikian rupa, lalu kami hias dengan
kertas warna warni. Hanya karena kemarin sore kami mendengar si kecil bilang,
“Mama, aku ingin jadi astronot kalau sudah besar!”
8. “Tidakkah kamu merasa bosan
berada di rumah seharian?”
Saat kami mengubah status kami
menjadi ibu, berada di dekat orang-orang yang kami cintai adalah keputusan
terbaik yang pernah kami ambil. Bosan? Kami nggak sempat bosan. Setiap bangun
pagi berarti kami menghadapi hari yang baru. Kami nggak tahu apa yang akan kami
hadapi seharian ini. Apakah ada yang akan rewel? Apakah ada yang pulang sekolah
sambil tertawa ceria karena berhasil mendapatkan nilai seratus di ulangannya?
Apakah ada yang akan menulis surat terima kasih karena telah dibelikan tas
baru? Apakah akan ada selimut-selimut yang berserakan keluar dari lemari karena
dipakai sebagai alas kemping di ruang tengah? Apakah akan ada kursi-kursi yang
bergelimpangan, karena sedang dipakai sebagai arena berperang?
We never know. We surely never
know.
9. “Ah, enaknya bisa seharian
pakai daster di rumah.”
Iya, kalau itu kami juga
senang. *elap kringet pakai kerah daster*
10. “Tapi mengapa rumah
berantakan sekali?”
Oh. Tadi sih sudah bersih, dan
rapi.
Tapi si sulung butuh kursi
sebagai benteng pertahanan saat kerajaannya diserang musuh. Jadi kami biarkan dia
menggunakannya untuk mempertahankan diri. Si tengah membongkar tanaman di
belakang rumah karena ingin membuktikan kata-kata gurunya siang tadi, bahwa ada
cacing yang membantu pertumbuhan tanaman. Dan si bungsu, sedang bereksplorasi
dengan puree di meja kecilnya.
Dan lagian, mau rumah yang
serapi apa? Kalau masak saja, dengan balita di gendonganmu?
11. “Jadi, karena kamu nggak
kerja, bisa dong nitip anak juga. Tinggal diawasin aja kok.”
Errrrr ….
12. “Kalau aku sih bakalan
bosan cuma seharian di rumah.”
Ya, kami lebih bosan lagi
ditanyai hal yang sama seperti ini setiap kali ada orang yang tahu kami hanya
seorang ibu rumah tangga.
13. “Aku tak akan pernah bisa
hanya tinggal di rumah.”
Yeah, aren’t we so damn
awesome? *senyum manis*
Jadi, apakah kita “hanya”
seorang ibu rumah tangga? Are we just a mom? Well, there’s no “just” about it.
We’re a mom.