MediandaTerkini – Mendidik dan merawat anak adalah sesuatu
hal yang tidak mudah, apalagi menginjak
usia 2-5 tahun, anak menjadi suka melawan dan keras kepala. Ini adalah fase
yang sangat alami pada masa pertumbuhan kejiwaan anak, karena ini adalah fase
dimana anak-anak mulai menyadari bahwa dirinya adalah pribadi yang independen dari
orang-orang dewasa terutama orangtuanya.
Sebab-sebab
anak suka melawan dan keras kepala:
Meniru perbuatan orangtuanya yang -maaf- juga keras kepala,
atau anak sering menyaksikan orangtuanya bertengkar.
Orangtua terlalu memanjakan, selalu memberikan apa yang
diinginkannya. Ketika suatu saat keinginan tersebut tidak dipenuhi, tentu anak
akan memprotes dan melawan.
Tidak adanya ikatan kasih sayang dan pengertian antara
orangtua dan anak.
Orangtua terlalu membiasakannya taat pada sesuatu secara
fanatik.
Anak-anak terlalu sering disuruh mengalah, tanpa memberi
pengertian yang dapat membuatnya mengerti.
Beberapa orang tua mengeluh tentang sifat anaknya yang keras
kepala. Mereka bingung bagaimana cara menasehati mereka. Bila dilarang untuk
melakukan sesuatu mereka akan mengamuk, atau bahkan melawan.
Cara menghadapi anak-anak yang suka melawan dan keras
kepala:
Lihat
diri kita
Kadang kita tidak menyadari bila buah hati kita memiliki
hati yang keras, salah satu sebabnya adalah diri kita sendiri. Bila kita
memiliki hati yang keras, sukar dinasehati, tentu saja secara tidak langsung
itu juga akan menular pada diri buah hati kita. Bila setiap hari buah hati kita
melihat hal ini, tentu lama kelamaan buah hati kita akan menirunya. Bila kita
saat ini terlalu sombong, marilah kita merendahkan hati kita. Bila kita kurang
mau mendengarkan orang lain, maka marilah kita mulai saat ini belajar
mendengarkan. Supaya kita pun juga akan semakin mengerti segala kebutuhan buah
hati kita, dengan mau dan menyediakan waktu untuk buah hati kita.
Hendaklah lebih fleksibel, lebih memberikan kasih sayang dan
pengertian kepada anak.
Kebutuhan seorang anak sebenarnya tidak banyak. Mereka
menginginkan perhatian dan kasih sayang kita sebagai orang tua. Kasih sayang
dan perhatian yang cukup akan meminimalisir kebutuhan anak-anak pada “materi”.
Jadi kalau anak mulai minta ini itu, mudah merengek, dan cepat bosan terhadap
apa yang dia beli, itu sebenarnya sebagai ungkapan atau pengaruh dari adanya
bagian hati mereka yang kosong. Dan sebenarnya bagian hati yang kosong tersebut
hanya bisa diisi dengan kasih sayang dan kehangatan yang ada di dalam sebuah
keluarga.
Salurkan
Hobinya
Setiap anak tentu memiliki bakat dan minat yang berbeda.
Sebagai orang tua kita harus cermat mengerti hal ini. Misalnya bila buah hati
kita suka mencoret-coret di atas kertas, mulailah mencoba memasukkan buah hati
kita pada sanggar-sanggar melukis. Anak-anak yang normal, biasanya memiliki
“kelebihan tenaga”. Itulah kenapa kita sering melihat anak-anak susah untuk
diam. Dia akan selalu bergerak, dan mencari keasyikan yang bisa dia lakukan.
Jadi arahkanlah “sisa tenaga” yang ada di dalam diri sang buah hati. Hal ini
akan sangat bermanfaat supaya emosi mereka bisa diarahkan kepada hal-hal yang
positif. Hal ini akan sangat mengurangi pengaruh-pengaruh negatif dari luar
yang bisa menyebabkan mereka gampang marah, bosan, sedih, dan sifat-sifat lainnya.
Jadilah
orang tua yang bijak
Orang tua yang bijak mempunyai kepekaan terhadap buah
hatinya, selalu berusaha melakukan yang terbaik dan memberikan pilihan terbaik
kepada sang buah hati. Yang terbaik bagi anak, kadang bukanlah yang terbaik
bagi orang tua. Disinilah terkadang kita temukan kesalahpahaman antara orang
tua dan anak. Agar pilihan orang tua dan anak bisa selaras, perlu sekali adanya
komunikasi yang intens. Disinilah waktu anda sangat dibutuhkan. Bukan banyaknya
waktu yang anda berikan kepada anak, melainkan kualitas kebersamaan anda pada
anak. Dari kedekatan inilah, anda akan semakin memahami buah hati anda.
Sehingga pemikiran kita dengan sang buah hati kita pun bisa menyatu, dan
meminimalisir kesalahpahaman yang biasanya terjadi karena adanya “batas” antara
orang tua dan anak. Dan dari kedekatan inilah, anda bisa menasehati anak dengan
bijak.
Tidak
Mempermalukan Anak di Depan Umum
Saat menasehati anak, akan lebih baik bila kita
menasehatinya di tempat yang rahasia dan dengan suara lembut. Jangan memberikan
larangan, melainkan himbauan. Jangan berkata,”Kamu tidak boleh menggambar di
tembok”, tetapi katakanlah ”Kalau kamu suka menggambar besok mama belikan buku
gambar yang besar.” Mengharapkan anak berubah dengan mempermalukan mereka di
tempat umum bukanlah cara menasehati yang baik. Karena pada saat itu juga, kita
sudah mengajarkan kepada anak kalau mempermalukan orang lain di tempat umum
adalah sesuatu yang wajar dan halal.
Tidak
Memaksa
Kita harus belajar mengatakan sesuatu kepada buah hati kita
dengan lembut tanpa ada unsur pemaksaan. Kita harus belajar mengajak daripada
menyuruh. Kenapa? Karena menyuruh berarti meminta seseorang melakukan sesuatu
dan itu harus dilakukan sedangkan kita sendiri tidak mau melakukan hal yang
sama. Sedangkan mengajak, adalah meminta seseorang melakukan sesuatu dan mau
menjadi satu dengan orang yang kita minta dengan prinsip kebersamaan.
Saat
Yang Tepat Saat menasehati
Waktu yang tepat adalah sesuatu yang penting dan perlu kita
perhatikan pada saat kita hendak menasehati buah hati kita. Pilihlah saat yang
tepat dimana kita bisa mentransfer “ilmu moral” kita kepada buah hati kita,
tanpa dia merasa terpaksa. Contohnya adalah dengan mengajak sang buah hati
untuk jalan-jalan. Setelah dia merasa senang, dan merasa lapar, anda bisa
mengajak makan bersama. Dan pada saat itulah anda bisa mengobrol dan mengatakan
harapan-harapan anda pada sang buah hati. Misalnya dengan mengatakan,”Mama suka
kalau kamu berdandan rapi. Kamu kelihatan cantik sekali.” Atau dengan
memujinya,”Wah… Anak mama sudah besar dan tambah dewasa, sudah bisa makan
sendiri.” Dengan pancingan-pancingan seperti itu, biasanya anak akan menjadi
lebih tertarik untuk mau mendengarkan nasihat anda, sehingga untuk kedepannya
mereka pun bisa berubah sedikit demi sedikit.
Bersikap seimbang dalam mendidik anak. Tidak terlalu
memanjakan, tapi juga tidak terlalu keras.
Memberikan hadiah untuk sikapnya yang baik dan memberikan
hukuman jika ia melakukan pelanggaran.
Senantiasa berusaha untuk membuat hati anak senang dan gembira,
tapi tidak berlebihan.
Tidak bersikap plin plan, dalam artian tidak menyuruh anak
atau membiarkan anak melakukan sesuatu, tapi kemudian melarang anak melakukan
hal tersebut di lain waktu. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi orangtua
yang telah memiliki anak.
Sumber : pondokibu.com