MediandaTerkini – Sebuah tanya jawab yang patut kita simak
mengenai hukum rebonding maupun smoothing dalam pandangan islam.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum Ustadz, apa hukum nya smoothing dan
rebonding rambut dalam Islam? Trus bagaimana juga dng hukumnya mewarnai rambut?
Terima kasih (Bunda Ayla)
Jawaban:
Wa’alaikumussalam wr. wb.
Soal smoothing atau rebonding rambut sudah cukup banyak
dibahas orang/ulama. Majelis Ulama Indonesia (MUI) sendiri sudah pernah
mengeluarkan fatwa soal rebonding rambut.
Menurut fatwa MUI yang dikeluarkan pada 2010 itu, rebonding
rambut pada dasarnya adalah boleh jika tujuannya baik seperti berhias untuk
suami.
Kebolehan itu berlaku jika rebondingdilakukan dengan
menggunakan bahan-bahan yang halal dan baik, dan selama prosesnya tidak
membahayakan atau mengakibatkan kerusakan.
Sejumlah ulama kontemporer di Timur Tengah juga memandang
bahwa meluruskan atau mengeriting rambut boleh dilakukan.
Persoalan timbul ketika meluruskan atau mengeriting rambut
itu dipandang sebagai perbuatan yang mengubah ciptaan Allah. Memang ada ayat
al-Qur’an yang dipahami sebagai larangan untuk mengubah ciptaan Allah.
Misalnya Q.S. Ar-Rûm (30) ayat 30 yang di dalamnya terdapat ungkapan lâ
tabdîla li khalqillâh. Ungkapan itu berarti ‘jangan lakukan (atau tidak
dibenarkan) perubahan dalam ciptaan Allah’. Ada juga Q.S. an-Nisâ’ (4) ayat 119
yang menyebutkan sumpah setan:
“… dan akan aku suruh mereka (mengubah ciptaan Allah), lalu
benar-benar mereka akan mengubahnya.”
Selain itu, juga terdapat beberapa hadits Nabi saw. yang
melarang perubahan (penambahan atau pengurangan) dalam bentuk fisik manusia.
Dalam hadits riwayat Imam Muslim, diriwayatkan bahwa Rasulullah saw. bersabda,
“Allah mengutuk pemakai tato dan pembuatnya, dan orang yang
mencabut rambut wajahnya serta si pencabutnya, dan yang mengatur giginya yang
mengubah ciptaan Allah.”
Tetapi, ayat 30 surah ar-Rûm itu oleh hampir semua ulama
dipahami sebagai larangan mengubah fitrah, yaitu fitrah tauhid, sesuai konteks
ayat itu. Bukan larangan mengubah bentuk fisik manusia. Sementara ayat surah
an-Nisa’ tidak dipahami sebagai larangan mutlak.
Dulu ada orang musyrik memotong (sebagian) telinga binatang
dan membutakan matanya. Allah melarang perbuatan itu. Bukan saja karena itu
menyakiti binatang, tetapi juga karena perubahan itu didasarkan atas ajaran
yang sesat.
Itu sebabnya, kata Al-Qurthubi dalam tafsirnya, “menyembelih
hewan kurban yang buta atau cacat telinganya adalah dilarang, karena adanya
kesan bahwa itu adalah hasil perintah setan.” (Tafsir al-Qurthubi 5: 390).
Ayat 119 surah an-Nisa’, memang, merupakan larangan
melakukan pengubahan bentuk fisik. Tetapi konteks ayat itu berkaitan dengan
hewan, pengubahan yang memperburuk atau menghalangi berfungsinya salah satu
anggota badan ciptaan Allah, dan atas dorongan ajaran setan.
Namun demikian, Forum Musyawarah Pondok Pesantren Putri
(FMP3) se-Jawa Timur pernah mengeluarkan pendapat bahwa rebonding itu haram.
Fatwa itu, kata mereka, lebih ditujukan bagi wanita
berstatus single atau belum berkeluarga. FMP3 berpendapat, berdasarkan syariat
Islam, seluruh aurat wanita seharusnya tertutup. Wanita diharuskan mengenakan
jilbab.
Dengan demikian, rebonding bertentangan dengan aturan ini
karena umumnya dilakukan demi penampilan menarik yang sengaja dipertontonkan.
Walhasil, dalam hal ini saya kira kita perlu berpedoman pada
hadits Nabi saw. berikut: “Di antara tanda-tanda baiknya keislaman seseorang
adalah meninggalkan sesuatu yang tidak terlalu perlu.” (HR at-Tirmidzi).
Mewarnai rambut, boleh. Dengan warna apa saja kecuali warna
hitam. Demikian pendapat mayoritas ulama. Ini didasarkan pada hadits Nabi di
mana Imam Muslim meriwayatkan dari Jabir r.a. bahwa ia berkata,
“Pada hari ditaklukannya kota Mekkah, Abu Quhafah (ayah Abu
Bakar Ash-Shiddiq r.a.) dibawa menghadap Rasulullah saw. sedang rambut
kepalanya putih seperti kapas, maka Rasulullah saw. bersabda, ‘Bawalah dia ke
salah seorang istrinya agar mengubah warna rambutnya dengan sesuatu (bahan
pewarna) dan jauhilah warna hitam’.” (HR Muslim).
Wallahu a’lam. Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat
Sumber: Yayasan Asy-Syihab | Islamida.com