MediandaTerkini – Disebuah akun fesbuk bernama Jelita Cinta
mengajukan pertemanan kepada akunku. Langsung aja aku klik kotak biru
konfirmasi, seperti biasanya. Ternyata dia juga anggota Komunitas Bisa Menulis.
Setiap kali posting karya, kehadirannya sebagai kawan baru agak mengejutkanku.
Dia sangat akrab dan ramah. Selain menyumbang jempol, dia juga selalu
memberikan pujian bahkan kadang mengajukan pertanyaan sekitar isi naskah.
Aku memang bukan orang yang bisa ramah di sosial media.
Jarang kubalas komentar kawan satu persatu. Sikapku ini ternyata tak
menyurutkan Jelita Cinta untuk terus berkomunikasi melalui inbox. Tema
pembicaraan tak terlalu jauh dari hal penulisan. Tak mengapalah sekedar berbagi
ilmu, toh itu merupakan kebaikan. Begitu pikirku.
Entah apakah dia selalu mengawasi lampu indikator
online,setiap kali aku masuk akun fesbuk tak lama dia pasti datang dan memberi
salam. Bahkan seakan sudah hafal jam berapa aku biasa online dan offline.
Pembicaraan kamisemakin lama mulai keluar dari tema
penulisan. Tetapi tentang kehidupan masing-masing, aktifitas sehari-hari,
hingga hobi dan kesukaan.Komunikasi terjadi biasanya saat jam kerja. Pada saat
aku perjalanan dinas ke desa-desa banyak waktu luang di mobil. Di situlah aku
berselancar di dunia maya, termasuk berkomunikasi dengan Jelita Cinta. Jika
sudah sampai di rumah aku jarang membuka gadget untuk bersosial media,demi
menjaga komunikasi keluarga.
Aku pun mulai penasaran dengan profilnya. Kulihat hanya ada
tiga foto profil. Ketiganya berwajah sama, berarti ini asli bukan foto unggahan
pikirku. Kulihat dari gaya foto yang selalu tersenyum nampak dia adalah seorang
yang periang dan ceria. Wajahnya bersih dan matanya sejuk menandakan kedamaian
hati. Apalagi ditambah dengan balutan hijabnya yang anggun sungguh mempesona.
Kekaguman sewajarnya seorang lelaki, tak kurang tak lebih.
Waktu terus berjalan. Hati ini mulai ada yang tak beres.
Kadang aku merasa rindu jika dia tak segera menyapa seperti biasanya. Ada rasa
cemburu saat dia berkelana di berbagai postingan, berakrab dan menyanjung karya
mereka. Tentu mereka yang pria. Sensasi yang sudah lama mati kini lahir
kembali. Apakah aku jatuh hati kepadanya? Ah tidak, sungguh gila.
Memang dunia maya telah banyak membuat orang jadi gila,
walau sebenarnya bukan salahnya.
Suatu sore sepulang dari kunjungan ke beberapa pengrajin,
aku menulis sebuah puisi di mobil. Tiba-tiba masuk sebuah pesan.
“Om … baru nulis ya?”
“Iya, kok tahu.”
“Tahu dong, kan aku kesetrum.”(Aduh, gini ini yang buat aku
puyeng).
“Lebay.”
“Biarin, dah makan, Om?”
“Udahlah … pake soto.”
“Wuihh enaknya … Om boleh nanya?”
“Boleh.”
“Bagaimana pendapat Om tentang poligami?”
“Ya begitu … kagak perlu membahas poligami, kasihan para
ibu-ibu kalau dibahas terus. Diamalkan saja, wkwkwkwkkk.”
“Gubraakkk … wah Om mau poligami ya?”
“Kok nanya gitu?”
“Ga papa … hmmm aku mau kok jadi madu.”
“Aittt … bercanda jangan kelewatan.”
“Gkgkgk, paling Om yang ga mau sama aku. Kasihan deh guee
….”
Nada panggilan teleponku berbunyi, kulihat tulisan BOS di
layar.”
Cinta, Om off dulu ya, bos manggil neh.”
“Ok Om, ati-ati ya.”
Lima jam kemudian. Aku minum kopi bersama istri di depan
kolam ikan. Sedangkan anak-anak sibuk menjadwal pelajaran untuk esok. Kami
berdiskusi tentang banyak hal,tiba-tiba istriku mengalihkan pembicaraan.
“Ayah, mau nggak punya istri lagi?”
“Ah, kenapa Mimi bertanya seperti itu?”
“Ya, sapa tau, kan enak punya istri dua.”
“Ngelantur deh.”
“Nggak, betul ini ada akhwat shalihah yang siap.”
“Apaan sih, Mimi.”
“Iya betul, aku pun ridho dan ikhlas kok.”
Aku diam tak menjawab.
“Namanya Jelita Cinta … hihihihihihi.”
GUBRAAAKKKK!!!!!Jantungku hampir berhenti berdetak. Lebih
mengejutkan dari petir di siang bolong. Akalku berputar cepat mencoba mencari
jawaban dari pertanyaan yang tiba-tiba menyembul di lautan pikiranku. Akhirnya
kutemukan sebuah kesimpulan.
“Jadi?”
“Apa Yah?”
“Jelita Cinta itu ….”
“Hihihihi … iya aku,” jawab istriku.
Lengkap sudah rasa bersalahku. Rasa malu dan penyesalantak
menentu bercampur jadi satu. Andai saja aku bisa memutar kembali putaran waktu,
akan kuganti kisah khilaf ini dengan cerita yang lebih bermutu. Semoga
menginspirasi
Sumber: beritaislamterbaru.org