MediandaTerkini – Sahabat medianda
terkini mungkin diantara kalian juga
pernah menjumpai hal seperti ini. Seperti pertanyaan salah satu jamaah seperti
dibawah ini.
Assalamu’alaikum
warohmatullohi wabarkatuh.. syeh syeh. Ana mau tanya, bagaimana hukumnya wanita
dewasa dan berakal khususnya janda, kemudian menikahkan dirinya sendiri tanpa
walinya, boleh apa tidak? Sebab kalau ana ketahui dari mazhab Imam Abu Hanifah itu
membolehkan. Syukran katsir..
Jawaban oleh: Ustadz Qutaibah
Wa’alaikumsalam warahmatullahi
wabarakatuh… Yang benar, wali dalam pernikahan itu berlaku bagi gadis maupun
janda. Artinya, apabila seorang gadis atau janda menikah tanpa wali, maka
nikahnya tersebut tidak sah.
Tidak sahnya nikah tanpa wali
tersebut berdasarkan hadits-hadits yang shahih, salah satunya adalah sebagai
berikut. Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ
“Pernikahan
tidak sah, melainkan dengan adanya wali”. (HR. Abu Dawud no. 2085, At-Tirmidzi
(no. 1101), Ibnu Majah no. 1879 dan lain-lain)
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi
wa sallam juga bersabda,
لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ وَشَاهِدَى عَدْلٍ
“Tidak
sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil”. (Hadits shahih
diriwayatkan oleh ‘Abdurrazzaq VI/196, no. 10473 dan Ath-Thabrani dalam
Mu’jamul Kabir XVIII/142, no. 299)
Selain itu, berdasarkan dalil
dari Al-Qur’anul Karim dalam surat Al-Baqarah ayat ke 232. Allah Ta’ala
berfirman:
وَإِذَا طَلَّقْتُمُ النِّسَاءَ فَبَلَغْنَ أَجَلَهُنَّ فَلَا تَعْضُلُوهُنَّ أَنْ يَنْكِحْنَ أَزْوَاجَهُنَّ إِذَا تَرَاضَوْا بَيْنَهُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ ذَٰلِكَ يُوعَظُ بِهِ مَنْ كَانَ مِنْكُمْ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۗ ذَٰلِكُمْ أَزْكَىٰ لَكُمْ وَأَطْهَرُ ۗ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
“Dan
apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya, maka
jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya,
apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang baik. Itulah
yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman kepada Allah
dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah mengetahui,
sedangkan kamu tidak mengetahui”.
Al-Hasan al-Bashri rahimahullah
berkata, “Telah menceritakan kepadaku Ma’qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini
turun berkenaan dengan dirinya. Ia yang berkedudukan sebagai wali telah
menghalangi pernikahan antara saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan
mantan suaminya, padahal keduanya sudah sama-sama ridha. Lalu Allah Ta’ala
menurunkan ayat yang mulia ini (yaitu surat Al-Baqarah ayat 232) agar para wali
jangan menghalangi pernikahan mereka. Jika wali disini bukan syarat utama, tentu
bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau pun tidak”.
Sahabat medianda terkini perlu
diketahui dari semua imam mazhab, hanya satu saja madzhab yang membolehkan
wanita janda menikah tanpa wali. Yaitu pendapat kalangan Al-Hanafiyah.
Diantara salah satu alasan
madzab Imam Abu Hanifah adalah karena wanita yang sudah janda boleh menjadi
wakil dari walinya sendiri. Sehingga walinya tidak perlu hadir. Atau bahkan
disebutkan bahwa seorang janda itu lebih memiliki dirinya ketimbang walinya,
sesuai hadist berikut yang dijadikan landasan,
..الثَّيِّبُ أَحَقُّ بِنَفْسِهَا مِنْ وَلِيِّهَا، وَالْبِكْرُ تُسْتَأْمَرُ، وَإِذْنُهَا سُكُوتُهَا “
“Ats-tsayyibu
(janda) lebih berhak kepada dirinya sendiri dibandingkan walinya. Adapun
seorang gadis dimintai ijin, dan ijinnya itu adalah dengan diamnya”. (HR.
Muslim dari Abdullah bin Abbas)
Akan tetapi jumhur (mayoritas)
ulama berpendapat bahwa dalil tentang seorang janda lebih memiliki dirinya
sendiri ketimbang walinya harus dipahami dengan benar bahwa walinya tidak
terlalu berhak lagi untuk mengatur-atur hidupnya, termasuk jodohnya. Namun
untuk urusan menikah lagi, tetap saja kedudukan wali tidak tergantikan
selamanya.
Bukankah istilah ijab dan qabul
itu sendiri sudah mencerminkan keharusan adanya wali nikah? Ijab itu akad yang
diikrarkan oleh seorang wali, yang isinya bahwa sebagai wali, dirinya akan
menikahkan seorang laki-laki dengan wanita yang diwalikannya. Sedangkan qabul
adalah jawaban dari pihak calon suami yang intinya menyepakati isi materi ijab.
Kalau tidak ada walinya, lalu
siapa yang mengucapkan ijab? Tidak mungkin yang mengucapkan ijab itu suami.
Sebab suami berada pada posisi menyetujui atau mengucapkan qabul. Apakah
mungkin calon istri yang mengikrarkan ijab? Tentu saja tidak mungkin.
Oleh karena itu, maka seorang
wanita meski sudah pernah punya suami atau janda, menurut pandangan jumhur
ulama tetap saja tidak bisa menikahkan diri sendiri semaunya. Sebab kalau
demikian, lalu apa bedanya dengan zina?
Sahabat medianda terkini bukankah
pasangan zina yang haram itu bisa saja mencari dalih yang membolehkan, sebelum
berzina mereka bikin akal-akal dengan mengadakan akad dulu sebentar, paling
hanya satu menit saja, lalu mereka tiba-tiba jadi halal melakukan hubungan
s3ksual layaknya suami isteri. Tentu akan terlalu banyak madharat yang akan
timbul dengan cara seperti ini.
Dan sebagai penguat, akan kami
cantumkan satu buah hadits shahih berkenaan masalah ini. Rasulullah bersabda,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” لا تُنْكِحُ الْمَرْأَةُ الْمَرْأَةَ، وَلا تُنْكِحُ الْمَرْأَةُ نَفْسَهَا، إِنَّ الَّتِي تُنْكِحُ نَفْسَهَا هِيَ الْبَغِيُّ “، قَالَ ابْنُ سِيرِينَ: وَرُبَّمَا قَالَ أَبُو هُرَيْرَةَ: ” هِيَ الزَّانِيَةُ “
“Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa
sallam : “Janganlah seorang wanita menikahkan wanita yang lainnya. Dan jangan
pula seorang wanita menikahkan dirinya sendiri. Sesungguhnya seorang wanita
yang menikahkah dirinya sendiri, maka ia adalah pel4cur”. Ibnu Siiriin berkata
: “Kadang Abu Hurairah berkata : “Ia adalah wanita pezina”. (Diriwayatkan oleh
Ad-Daaruquthniy no. 3540; shahih)
Inilah pendapat yang in shaa
Allah lebih benar terkait boleh atau tidaknya seorang janda menikah tanpa wali,
dikarenakan kuatnya dari segi pendadilan dan pengqiyasan. Wallahu a’lam…