MediandaTerkini – Sahabat medianda
terkini perlu diingat kembali bahwa yang namanya hutang ntah itu besar atau
kecil nominalnya tetap harus segera dilunasi, sebab jika seseorang masih
memiliki hutang masuk surga akan terhalang seperti hadist berikut.
“Barangsiapa yang ruhnya
terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong, [2] ghulul
(khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga”. (HR. Ibnu Majah no.
2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Alhamdulillahi robbil ‘alamin.
Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad, wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Risalah kali ini adalah
lanjutan dari risalah sebelumnya. Pada risalah sebelumnya, kami telah
menjelaskan mengenai keutamaan orang yang memberi pinjaman, keutamaan memberi
tenggang waktu pelunasan dan keutamaan orang yang membebaskan sebagian atau
keseluruhan hutangnya.
Pada risalah kali ini agar
terjadi keseimbangan pembahasan, kami akan menjelaskan beberapa hal mengenai
bahaya orang yang enggan melunasi hutangnya. Semoga bermanfaat.
Keutamaan Orang yang Terbebas
dari Hutang
Dari Tsauban, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ فَارَقَ الرُّوحُ الْجَسَدَ وَهُوَ بَرِىءٌ مِنْ ثَلاَثٍ دَخَلَ الْجَنَّةَ مِنَ الْكِبْرِ وَالْغُلُولِ وَالدَّيْنِ
“Barangsiapa
yang ruhnya terpisah dari jasadnya dan dia terbebas dari tiga hal: [1] sombong,
[2] ghulul (khianat), dan [3] hutang, maka dia akan masuk surga.” (HR. Ibnu
Majah no. 2412. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu
Majah membawakan hadits ini pada Bab
“Peringatan
keras mengenai hutang.”
Mati Dalam Keadaan Masih
Membawa Hutang, Kebaikannya Sebagai Ganti
Dari Ibnu ‘Umar, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ مَاتَ وَعَلَيْهِ دِينَارٌ أَوْ دِرْهَمٌ قُضِىَ مِنْ حَسَنَاتِهِ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلاَ دِرْهَمٌ
“Barangsiapa
yang mati dalam keadaan masih memiliki hutang satu dinar atau satu dirham, maka
hutang tersebut akan dilunasi dengan kebaikannya (di hari kiamat nanti) karena
di sana (di akhirat) tidak ada lagi dinar dan dirham.” (HR. Ibnu Majah no.
2414. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih). Ibnu Majah juga
membawakan hadits ini pada Bab “Peringatan keras mengenai hutang.”
Itulah keadaan orang yang mati
dalam keadaan masih membawa hutang dan belum juga dilunasi, maka untuk
membayarnya akan diambil dari pahala kebaikannya. Itulah yang terjadi ketika
hari kiamat karena di sana tidak ada lagi dinar dan dirham untuk melunasi
hutang tersebut.
Urusan Orang yang Berhutang
Masih Menggantung
Dari Abu Hurairah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa
seorang mukmin masih bergantung dengan hutangnya hingga dia melunasinya.” (HR.
Tirmidzi no. 1078. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih
sebagaiman Shohih wa Dho’if Sunan At Tirmidzi)
Al ‘Iroqiy mengatakan,
“Urusannya masih menggantung, tidak ada hukuman baginya yaitu tidak bisa
ditentukan apakah dia selamat ataukah binasa, sampai dilihat bahwa hutangnya
tersebut lunas atau tidak.” (Tuhfatul Ahwadzi, 3/142)
Orang yang Berniat Tidak Mau
Melunasi Hutang Akan Dihukumi Sebagai Pencuri
Dari Shuhaib Al Khoir,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَيُّمَا رَجُلٍ يَدَيَّنُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لاَ يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِىَ اللَّهَ سَارِقًا
“Siapa
saja yang berhutang lalu berniat tidak mau melunasinya, maka dia akan bertemu
Allah (pada hari kiamat) dalam status sebagai pencuri.” (HR. Ibnu Majah no.
2410. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shohih)
Al Munawi mengatakan, “Orang seperti
ini akan dikumpulkan bersama golongan pencuri dan akan diberi balasan
sebagaimana mereka.” (Faidul Qodir, 3/181)
Ibnu Majah membawakan hadits di
atas pada Bab “Barangsiapa berhutang dan berniat tidak ingin melunasinya.”
Ibnu Majah juga membawakan riwayat
lainnya. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ إِتْلاَفَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Barangsiapa
yang mengambil harta manusia, dengan niat ingin menghancurkannya, maka Allah
juga akan menghancurkan dirinya.” (HR. Bukhari no. 18 dan Ibnu Majah no. 2411).
Di antara maksud hadits ini adalah barangsiapa yang mengambil harta manusia
melalui jalan hutang, lalu dia berniat tidak ingin mengembalikan hutang
tersebut, maka Allah pun akan menghancurkannya. Ya Allah, lindungilah kami dari
banyak berhutang dan enggan untuk melunasinya.
Masih Ada Hutang, Enggan
Disholati
Dari Salamah bin Al Akwa’
radhiyallahu ‘anhu, beliau berkata:
Kami duduk di sisi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu didatangkanlah satu jenazah. Lalu beliau
bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak
ada.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?”. Lantas mereka
(para sahabat) menjawab,
“Tidak.”
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyolati jenazah tersebut.
Kemudian didatangkanlah jenazah
lainnya. Lalu para sahabat berkata, “Wahai Rasulullah shalatkanlah dia!” Lalu
beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka (para sahabat) menjawab,
“Iya.” Lalu beliau mengatakan, “Apakah dia meninggalkan sesuatu?” Lantas mereka
(para sahabat) menjawab, “Ada, sebanyak 3 dinar.” Lalu beliau mensholati
jenazah tersebut.
Kemudian didatangkan lagi
jenazah ketiga, lalu para sahabat berkata, “Shalatkanlah dia!” Beliau bertanya,
“Apakah dia meningalkan sesuatu?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tidak ada.”
Lalu beliau bertanya, “Apakah dia memiliki hutang?” Mereka menjawab, “Ada tiga
dinar.” Beliau berkata,
“Shalatkanlah
sahabat kalian ini.” Lantas Abu Qotadah berkata, “Wahai Rasulullah,
shalatkanlah dia. Biar aku saja yang menanggung hutangnya.” Kemudian beliau pun
menyolatinya.” (HR. Bukhari no. 2289)
Dosa Hutang Tidak Akan Terampuni
Walaupun Mati Syahid
Dari ‘Abdillah bin ‘Amr bin Al
‘Ash, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
يُغْفَرُ لِلشَّهِيدِ كُلُّ ذَنْبٍ إِلاَّ الدَّيْنَ
“Semua
dosa orang yang mati syahid akan diampuni kecuali hutang.” (HR. Muslim no.
1886)
Oleh karena itu, seseorang
hendaknya berpikir: “Mampukah saya melunasi hutang tersebut dan mendesakkah
saya berhutang?” Karena ingatlah hutang pada manusia tidak bisa dilunasi hanya
dengan istighfar.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam Sering Berlindung dari Berhutang Ketika Shalat
Bukhari membawakan dalam kitab shohihnya pada Bab “Siapa yang
berlindung dari hutang”. Lalu beliau rahimahullah membawakan hadits dari
‘Urwah, dari ‘Aisyah bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ يَدْعُو فِى الصَّلاَةِ وَيَقُولُ « اللَّهُمَّ إِنِّى أَعُوذُ بِكَ مِنَ الْمَأْثَمِ وَالْمَغْرَمِ » . فَقَالَ لَهُ قَائِلٌ مَا أَكْثَرَ مَا تَسْتَعِيذُ يَا رَسُولَ اللَّهِ مِنَ الْمَغْرَمِ قَالَ
« إِنَّ الرَّجُلَ إِذَا غَرِمَ حَدَّثَ فَكَذَبَ وَوَعَدَ فَأَخْلَفَ » .
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berdo’a di akhir shalat (sebelum salam):
ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung
kepadamu dari berbuat dosa dan banyak utang).”
Lalu ada yang berkata kepada beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Kenapa engkau sering meminta perlindungan
adalah dalam masalah hutang?” Lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
“Jika
orang yang berhutang berkata, dia akan sering berdusta. Jika dia berjanji, dia
akan mengingkari.” (HR. Bukhari no. 2397)
Al Muhallab mengatakan, “Dalam
hadits ini terdapat dalil tentang wajibnya memotong segala perantara yang
menuju pada kemungkaran. Yang menunjukkan hal ini adalah do’a Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam ketika berlindung dari hutang dan hutang sendiri dapat
mengantarkan pada dusta.” (Syarh Ibnu Baththol, 12/37)
Adapun hutang yang Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam berlindung darinya adalah tiga bentuk hutang:
[1] Hutang yang dibelanjakan
untuk hal-hal yang dilarang oleh Allah dan dia tidak memiliki jalan keluar
untuk melunasi hutang tersebut.
[2] Berhutang bukan pada hal
yang terlarang, namun dia tidak memiliki cara untuk melunasinya. Orang seperti
ini sama saja menghancurkan harta saudaranya.
[3] Berhutang namun dia berniat
tidak akan melunasinya. Orang seperti ini berarti telah bermaksiat kepada
Rabbnya.
Orang-orang semacam inilah yang
apabila berhutang lalu berjanji ingin melunasinya, namun dia mengingkari janji
tersebut. Dan orang-orang semacam inilah yang ketika berkata akan berdusta.
(Syarh Ibnu Baththol, 12/38)
Itulah sikap jelek orang yang
berhutang sering berbohong dan berdusta. Semoga kita dijauhkan dari sikap jelek
ini.
Kenapa Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam sering berlindung dari hutang ketika shalat?
Ibnul Qoyyim dalam Al Fawa’id
(hal. 57, Darul Aqidah) mengatakan,
“Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam meminta perlindungan kepada Allah dari berbuat
dosa dan banyak hutang karena banyak dosa akan mendatangkan kerugian di
akhirat, sedangkan banyak utang akan mendatangkan kerugian di dunia.”
Inilah do’a yang seharusnya
kita amalkan agar terlindung dari hutang: ALLAHUMMA INNI A’UDZU BIKA MINAL
MA’TSAMI WAL MAGHROM (Ya Allah, aku berlindung kepadamu dari berbuat dosa dan
banyak utang).
Berbahagialah Orang yang
Berniat Melunasi Hutangnya
Ibnu Majah dalam sunannya
membawakan dalam Bab “Siapa saja yang memiliki hutang dan dia berniat
melunasinya.” Lalu beliau membawakan hadits dari Ummul Mukminin Maimunah.
كَانَتْ تَدَّانُ دَيْنًا فَقَالَ لَهَا بَعْضُ أَهْلِهَا لاَ تَفْعَلِى وَأَنْكَرَ ذَلِكَ عَلَيْهَا قَالَتْ بَلَى إِنِّى سَمِعْتُ نَبِيِّى وَخَلِيلِى -صلى الله عليه وسلم- يَقُولُ « مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَدَّانُ دَيْنًا يَعْلَمُ اللَّهُ مِنْهُ أَنَّهُ يُرِيدُ أَدَاءَهُ إِلاَّ أَدَّاهُ اللَّهُ عَنْهُ فِى الدُّنْيَا ».
Dulu Maimunah ingin berhutang.
Lalu di antara kerabatnya ada yang mengatakan, “Jangan kamu lakukan itu!”
Sebagian kerabatnya ini mengingkari perbuatan Maimunah tersebut. Lalu Maimunah
mengatakan, “Iya. Sesungguhnya aku mendengar Nabi dan kekasihku shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seorang muslim memiliki hutang dan Allah
mengetahui bahwa dia berniat ingin melunasi hutang tersebut, maka Allah akan
memudahkan baginya untuk melunasi hutang tersebut di dunia”. (HR. Ibnu Majah
no. 2399. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih kecuali
kalimat fid dunya –di dunia-)
Dari hadits ini ada pelajaran
yang sangat berharga yaitu boleh saja kita berhutang, namun harus berniat untuk
mengembalikannya. Perhatikanlah perkataan Maimunah di atas.
Juga terdapat hadits dari
‘Abdullah bin Ja’far, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الدَّائِنِ حَتَّى يَقْضِىَ دَيْنَهُ مَا لَمْ يَكُنْ فِيمَا يَكْرَهُ اللَّهُ
“Allah
akan bersama (memberi pertolongan pada) orang yang berhutang (yang ingin
melunasi hutangnya) sampai dia melunasi hutang tersebut selama hutang tersebut
bukanlah sesuatu yang dilarang oleh Allah.” (HR. Ibnu Majah no. 2400. Syaikh Al
Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih)
Sebaik-baik orang adalah yang
paling baik dalam membayar hutang. Ketika dia mampu, dia langsung melunasinya
atau melunasi sebagiannya jika dia tidak mampu melunasi seluruhnya. Sikap
seperti inilah yang akan menimbulkan hubungan baik antara orang yang berhutang
dan yang memberi hutangan.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Sesungguhnya
yang paling di antara kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutang.”
(HR. Bukhari no. 2393)
Ya Allah, lindungilah kami dari
berbuat dosa dan beratnya hutang, mudahkanlah kami untuk melunasinya.
Alhamdulillahilladzi bi
ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyiina Muhammad wa ‘ala
alihi wa shohbihi wa sallam.
Semoga bermanfaat.
***
Yogyakarta, 6 Shofar 1430 H
Penulis: Muhammad Abduh
Tuasikal
Sumber : https://rumaysho.com