MediandaTerkini – Sahabat medianda
terkini tidak terasa 1438 hijriyah telah berakhir dan akan segera berganti
tahun menjadi 1439H. Namun apakah doa akhir tahun dan awal tahun baru hijriyah?
Menurut kalender, Tahun Baru Hijriah tahun ini akan jatuh pada Kamis
(21/9/2017).
Sahabat medianda terkini berikut doa akhir tahun
Ada baiknya kita mengakhiri
tahun ini dengan memanjatkan doa dan minta pengampunan. Seperti dilansir laman
NU.or.id, berikut ini doa yang dibaca Rasulullah SAW pada akhir tahun.
Allâhumma mâ ‘amiltu min
‘amalin fî hâdzihis sanati mâ nahaitanî ‘anhu, wa lam atub minhu, wa hamalta
fîhâ ‘alayya bi fadhlika ba‘da qudratika ‘alâ ‘uqûbatî, wa da‘autanî ilat
taubati min ba‘di jarâ’atî ‘alâ ma‘shiyatik.
Fa innî astaghfiruka, faghfirlî
wa mâ ‘amiltu fîhâ mimmâ tardhâ, wa wa‘attanî ‘alaihits tsawâba, fa’as’aluka an
tataqabbala minnî wa lâ taqtha‘ rajâ’î minka yâ karîm.
Terjemahannya berikut ini.
Tuhanku, aku meminta ampun atas
perbuatanku di tahun ini yang termasuk Kau larang-sementara aku belum sempat
bertobat, perbuatanku yang Kau maklumi karena kemurahan-Mu-sementara Kau mampu
menyiksaku, dan perbuatan (dosa) yang Kau perintahkan untuk tobat-sementara aku
menerjangnya yang berarti mendurhakai-Mu.Karenanya aku memohon ampun kepada-Mu.
Ampunilah aku. Tuhanku, aku
berharap Kau menerima perbuatanku yang Kau ridhai di tahun ini dan perbuatanku
yang terjanjikan pahala-Mu.
Janganlah pupuskan harapanku. Wahai
Tuhan Yang Maha Pemurah.
Sahabat medianda terkini doa
yang dibaca sebanyak 3 kali ini diharapkan menjadi akhir tahun yang baik. Semoga
Allah menerima doa yang kita baca di akhir Dzulhijjah tahun ini.
Doa
Awal Tahun
Dikutip dari
Konsultasisyariah.com, pada zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu
Bakr, kaum muslimin belum mengenal pergantian tahun hijriyah.Sehingga ketika
itu, tidak ada istilah tahun baru hijriyah.
Mereka menggunakan kalender
qamariyah sebagai acuan kegiatan dan pencatatan sejarah. Mengikuti kalender
yang sudah digunakan oleh masyarakat arab sejak sebelum Islam.
Hanya saja, di zaman mereka
belum ada angka tahun dan acuan tahun. Hingga akhirnya di zaman Umar bin
Khattab radhiyallahu ‘anhu, tepatnya pada tahun ketiga beliau menjabat sebagai
khalifah, beliau mendapat sepucuk surat dari Abu Musa al-Asy’ari radhiyallahu
‘anhu, yang saat itu menjabat sebagai gubernur untuk daerah Bashrah.
Dalam surat itu, Abu Musa
mengatakan, “Telah datang kepada kami beberapa surat dari amirul mukminin,
sementara kami tidak tahu kapan kami harus menindaklanjutinya. Kami telah
mempelajari satu surat yang ditulis pada bulan Sya’ban. Kami tidak tahu, surat itu
Sya’ban tahun ini ataukah tahun kemarin.”
Kemudian Umar mengumpulkan para
sahabat di Madinah, dan beliau meminta, “Tetapkan tahun untuk masyarakat, yang
bisa mereka jadikan acuan.”
Ada yang usul, kita gunakan
acuan tahun bangsa Romawi.
Namun usulan ini dibantah,
karena tahun Romawi sudah terlalu tua. Perhitungan tahun Romawi sudah dibuat
sejak zaman Dzul Qornain. (Mahdhu ash-Shawab, 1/316, dinukil dari Fashlul
Khithab fi Sirati Ibnul Khatthab, Dr. Ali Muhammad ash-Shalabi, 1/150)Kemudian
disebutkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak, dari Said bin al-Musayib, beliau
menceritakan:
Umar bin Khattab mengumpulkan
kaum muhajirin dan anshar radhiyallahu ‘anhum, beliau bertanya, “Mulai kapan
kita menulis tahun.” Kemudian Ali bin Abi Thalib mengusulkan: “Kita tetapkan
sejak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah, meninggalkan negeri
syirik.” Maksud Ali adalah ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hijrah ke
Madinah. Kemudian Umar menetapkan tahun peristiwa terjadinya Hijrah itu sebagai
tahun pertama Hijriyah. (al-Mustadrak 4287 dan dishahihkan oleh adz-Dzahabi).
Dengan memahami latar belakang
di atas, ada kesimpulan yang bisa kita berikan garis tebal:
1.Bahwa pada zaman Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr tidak dikenal tahun baru hijriyah,
2. Alasan Umar menetapkan acuan
tahun hijriyah adalah untuk menandai setiap peristiwa dan menertibkan kegiatan
korespondensi dengan wilayah lain.
Atau dengan bahasa sederhana,
latar belakang penetapan tahun hijriyah di zaman Umar, lebih terkait pada
kepentingan administrasi dan tidak ada hubungannya dengan ibadah.
3. Segala bentuk ritual ibadah,
baik shalat di malam pergantian tahun atau doa tahun baru, atau puasa akhir
tahun, dan seterusnya, sama sekali tidak pernah dikenal di zaman Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat,
4. Ketika Umar menetapkan
tanggal 1 Muharram sebagai hari pergantian tahun, beliau tidak memerintahkan
masyarakat untuk memeriahkan hari itu sebagai hari istimewa.
Karena itulah, para ulama sejak
masa silam, mereka tidak pernah menganjurkan adanya ibadah khusus, apapun
bentuknya, di tahun baru hijriyah. Bahkan para ulama mengingkarinya.
Sementara doa yang tersebar di
masyarakat, yang bunyinya, "Ya Allah, tampakkan bulan itu kepada kami
dengan membawa keberkahan dan keimanan, keselamatan dan Islam…dst."
Doa ini shahih, diriwayatkan
Ahmad, Turmudzi dan yang lainnya, dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth.
Hanya saja, doa ini bukan doa
awal tahun, namun doa awal bulan. Dianjurkan untuk dibaca setiap awal bulan
qamariyah. Mengkhususkan doa ini hanya ketika tahun baru hijriyah, termasuk
menyalahi fungsi dari doa tersebut.
Semoga bermanfaat.
Tribunnews