MediandaTerkini – Sahabatku, Kali ini akan membahas tentang
sejarah puasa ‘Asyura, yang mana puasa ini termasuk salah satu amalan puasa
sunnah di bulan Muharram yang sudah banyak diamalkan oleh umat Islam di seluruh
dunia, termasuk di Indonesia.
Akan tetapi, pernahkah antum tertarik untuk mengetahui lebih
lanjut tentang sejarah puasa ‘Asyura? Jika pernah, semoga penjelasan artikel
ini bisa membantu antum dalam menemukan fakta sejarah berdasarkan nash yang
kuat dan bisa dipertanggungjawabkan.
Nabi Mendapati Orang Yahudi Berpuasa ‘Asyura
Ibnu ‘Abbas rodhiyallahu anhu bertaka:
Nabi shallallahu ‘alaihi wassalaam tiba di Madinah dan dia
mendapati orang-orang Yahudi sedang berpuasa ‘Asyura.
Nabi bertanya, “Puasa apa ini?” Mereka menjawab, “Hari ini
adalah hari yang baik, hari dimana Allah telah menyelamatkan Bani Isra’il dari
kejaran musuhnya, maka Musa berpuasa sebagai rasa syukurnya kepada Allah. Dan
kami pun ikut berpuasa.”
Nabi berkata, “Kami lebih berhak terhadap Musa daripada
kalian.”
Akhirnya Nabi berpuasa dan memerintahkan manusia untuk
berpuasa. [Hadits Riwayat Al-Bukhari, 2004. Muslim, 1130]
Fase
Sejarah Puasa ‘Asyura
Tentang sejarah puasa ‘Asyura, Nabi Muhammad shallallahu
‘alaihi wassalam ketika berpuasa ‘Asyura mengalami 4 fase, yaitu:
Fase
Pertama
Beliau shallallahu ‘alaihi wassalaam berpuasa di Mekkah
tetapi tidak memerintahkan manusia untuk melakukan puasa ‘Asyura.
Sebagaimana dituturkan oleh ‘A’isyah rodhiyallahu anhu,
“Dahulu orang Quraisy berpuasa ‘Asyura pada masa jahiliyyah.
Dan Nabi-pun berpuasa ‘Asyura pada masa jahiliyyah. Tatkala beliau hijrah ke
Madinah, beliau tetap puasa ‘Asyura dan memerintahkan manusia juga untuk
berpuasa. Ketika puasa Romadhon telah diwajibkan, beliau berkata: “Bagi yang
hendak puasa silakan, bagi yang tidak puasa, juga tidak mengapa.” [Hadits
Riwayat, 2002. Muslim, 1125].
Fase
Kedua
Saat kedatangan Beliau shallallahu ‘alaihi wassalaam ke
Madinah, kemudian mengetahui bahwa orang Yahudi disana mengamalkan puasa
‘Asyura, Beliau pun berpuasa dan memerintahkan manusia untuk berpuasa juga. Hal
ini telah dijelaskan secara lebih lengkap pada penjelasan pada sub judul di
atas.
Dan bahkan, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam
menekankan perintah tersebut yang menguatkan bahwa puasa ‘Asyura sangat
dianjurkan sekali, yang dengan hal ini menjadikan banyak para sahabat yang
mulai melatih anak-anaknya untuk berpuasa ‘Asyura.
Fase
Ketiga
Saat turun kewajiban berpuasa di bulan Ramadhan, Beliau
shallallahu ‘alaihi wassalaam tidak memerintahkan para sahabat untuk
menjalankan puasa ‘Asyura lagi, juga tidak pula melarangnya, yang secara tidak
langsung menjadikan perkara tersebut sebagai sebuah perkara sunnah [Bahkan para
ulama telah sepakat bahwa puasa ‘Asyura sekarang hukumnya sunnah tidak wajib.
Ijma’at Ibnu Abdil Barr 2/798, Abdullah Mubarak Al Saif, Shahih Targhib wa
Tarhib, al-Albani 1/438, Tuhfatul Ahwadzi, Mubarak Fury 3/524, Aunul Ma’bud,
Syaroful Haq Azhim Abadi 7/121].
Keterangan ini dikuatkan dengan dalil dari ‘A’isyah
rodhiyallahu anha di atas.
Fase
Keempat
Di akhir hayat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wassalam,
Beliau bertekad untuk mengamalkan puasa tidak hanya di hari ‘Asyura saja,
melainkan melengkapinya dengan puasa di tanggal 9 Muharram. Dengan tujuan agar
membedakan umat Islam dengan orang-orang Yahudi yang hanya berpuasa ‘Asyura
tanggal 10 Muharram saja.
Ibnu Abbas berkata: “Ketika Nabi puasa A’syuro dan beliau
juga memerintahkan para sahabatnya untuk berpuasa. Para sahabat berkata: “Wahai
Rasululloh, hari Asyura adalah hari yang diagungkan oleh Yahudi dan Nashoro!!
Maka Rasululloh berkata: “Kalau begitu, tahun depan Insya Allah kita puasa
bersama tanggal sembelilannya juga”. Ibnu Abbas berkata: “Belum sampai tahun
depan, beliau sudah wafat terlebih dahulu.” [Hadits Riwayat Muslim : 1134]
Demikianlah informasi tentang 4 fase sejarah puasa ‘Asyura
di jaman Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam sehingga ajaran tentang amalan sunnah
tersebut sampai kepada umat Islam di seluruh dunia, dan menjadi amalan yang
rutin dilakukan setiap bulan Muharram.
Jika kita ditakdirkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala bertemu
dengan bulan Muharram hingga tanggal 10, maka mari syukuri nikmat tersebut dengan
mengamalkan puasa ‘Asyura dan melengkapinya dengan berpuasa di tanggal 9
Muharram sebagai salah satu bentuk ketaatan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
serta bentuk ittiba’ kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalaam.
Semoga amalan tersebut menjadi sebab turunnya karunia dan
rahmat Allah subhanahu wa ta’ala, serta menjadi penghapus dosa setahun yang
lalu, sebagaimana yang dijelaskan dalam artikel tentang “Keutamaan Puasa
‘Asyura“. Aamiin yaa robbal ‘alaamiin…
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan
anda
Sumber: malik.or.id