MediandaTerkini – Sahabat medianda
terkini dizaman yang serba modern seperti sekarang ini serta kemajuan teknologi
yang semakin pesat membuat semua masyarakat dengan mudah menggenggam dunia. Beragam
kisah inspiratif bermunculan di media sosial. Baru-baru ini muncul sebuah
cerita viral baru di media sosial Facebook. Bukan dari akun ternama, atau yang
konsisten mendapat banyak like.
Akun facebook itu bernama
Winardi Abu Faqih. Postingnya itu diunggah pada Senin (3/7/2017) pukul 08.25
WIB di Kota Bekasi, Jawa Barat.
Hingga kabar ini diturunkan Pos
Belitung (Tribunnews.com network), Selasa (4/7/2017), postingan tersebut sudah
dibagikan sebanyak lebih dari 38 ribu kali.
Sedangkan yang komentar sudah
ada 10.500 lebih dan 59 ribu lebih like. Postingan Winardi Abu Faqih itu
berjudul ‘Anakku ranking ke-23’. Singkat kata, postingan itu berisikan sebuah
cerita dan sebuah foto yang menggambarak seorang anak sedang membantu
orangtuanya di dapur.
Ceritanya mengisahkan tentang
seorang anak yang selalu dapat ranking ke-23 di kelasnya. Orangtuanya sempat
bingung dan heran karena tingkah anaknya dianggap tidak umum.
Pun saat ditanya mengenai cita-cita,
si anak malah menjawab tegas ingin menjadi guru TK, kalau tidak Ibu Rumah
Tangga. Tapi kemudian orangtuanya sadar ketika mendapati kenyataan diakhir
ujian semester.
Anaknya memang kembali dapat
ranking 23, tapi si orangtua mendapat keterangan yang mengejutkan dari wali
kelas anaknya.
Dia mengatakan ada satu hal
aneh yang terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30
tahun mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan.
Dalam soal itu tertera: SIAPA
TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI DAN APA ALASANNYA?
Dan jawaban dari semua teman
sekelasnya sama, tidak ada satu pun yang beda. Mereka serentak menuliskan nama
anakku. Mereka bilang karena anakku sangat senang membantu orang,selalu memberi
semangat, selalu menghibur,selalu enak diajak berteman,dan banyak lagi.
Postingan ini membuat banyak
netizen terenyuh dan memuji orangtua maupun si anak.
“Terinspirasi bgt…!!! I do like
it…..,” kata Saifullah dalam komentarnya.
“Ngerasa brada dlm cerita tu,”
kata Siti Nurhandayani.
“Benar2 cerita yg sngt
menginspirasi qta sbg orang tau.. Bner2 salut,” kata Anastasya Kusuma Wardhani.
“Kereeennn banget…merinding
bacanya..kok jadi melow..karena saya adalah ayah yang gagal..,” kata Ade Andri.
Penasaran sama postingan
aslinya. baca selengkapnya berikut ini:
Anakku ranking ke-23 …
Di kelasnya ada 25 orang
murid,setiap kenaikan kelas,anak perempuanku selalu mendapat ranking ke-23.
Lambat laun ia dijuluki dengan panggilan nomor ini. Sebagai orangtua,kami
merasa panggilan ini kurang enak didengar,namun anehnya anak kami tidak merasa
keberatan dengan panggilan ini.
Pada sebuah acara keluarga
besar,kami berkumpul bersama di sebuah restoran. Topik pembicaraan semua orang
adalah tentang jagoan mereka masing-masing. Anak-anak ditanya apa cita-cita
mereka kalau sudah besar? Ada yang menjawab jadi dokter,pilot,arsitek bahkan
presiden. Semua orang pun bertepuk tangan. Tapi anak perempuan kami terlihat
sangat sibuk membantu anak kecil lainnya makan. Semua orang mendadak teringat
kalau hanya dia yang belum mengutarakan cita-citanya.
Didesak orang banyak,akhirnya
dia menjawab ,,,
“Saat aku dewasa,cita-citaku
yang pertama adalah menjadi seorang guru TK,memandu anak-anak menyanyi,menari
lalu bermain-main”.
Demi menunjukkan
kesopanan,semua orang tetap memberikan pujian,kemudian menanyakan apa
cita-citanya yang kedua.
Dia pun menjawab ,,,
“Saya ingin menjadi seorang
ibu,mengenakan kain celemek bergambar Doraemon dan memasak di dapur,kemudian
membacakan cerita untuk anak-anakku dan membawa mereka ke teras rumah untuk
melihat bintang.”
Semua sanak keluarga saling
pandang tanpa tahu harus berkata apa. Nampak raut muka isteriku pun terlihat
canggung sekali.
Sepulangnya kami kembali ke
rumah,isteriku mengeluhkan ke padaku,apakah aku akan membiarkan anak perempuan
kami kelak hanya menjadi seorang guru TK?
Anak kami sangat penurut,dia
tidak lagi membaca komik,tidak lagi membuat origami,tidak lagi banyak bermain.
Bagai seekor burung kecil yang kelelahan,dia ikut les belajar sambung
menyambung,buku pelajaran dan buku latihan dikerjakan terus tanpa henti. Sampai
akhirnya tubuh kecilnya tidak bisa bertahan lagi terserang flu berat dan radang
paru-paru. Akan tetapi hasil ujian semesternya membuat kami tidak tahu mau
tertawa atau menangis, tetap saja rangking 23.
Kami memang sangat sayang pada
anak kami ini,namun kami sungguh tidak memahami akan nilai di sekolahnya.
Sahabat medianda terkini pada
suatu minggu,teman-teman sekantor mengajak pergi rekreasi bersama. Semua orang
membawa serta keluarga mereka. Sepanjang perjalanan penuh dengan tawa,ada anak
yang bernyanyi,ada juga yang memperagakan kebolehannya.
Anak kami tidak punya keahlian
khusus,hanya terus bertepuk tangan dengan sangat gembira. Dia seringkali lari
ke belakang untuk mengawasi bahan makanan,merapikan kembali kotak makanan yang
terlihat sedikit miring,mengetatkan tutup botol yang longgar atau mengelap
wadah sayuran yang meluap ke luar. Dia sibuk sekali bagaikan seorang pengurus
rumah tangga cilik.
Ketika makan,ada satu kejadian
tak terduga. Dua orang anak lelaki teman kami,satunya si jenius
matematika,satunya lagi ahli bahasa Inggris berebut sebuah kue. Tiada seorang
pun yang mau melepaskannya,juga tidak mau saling membaginya. Para orang tua
membujuk mereka,namun tak berhasil. Terakhir anak kamilah yang berhasil
melerainya dengan merayu mereka untuk berdamai.
Ketika pulang,jalanan macet.
Anak-anak mulai terlihat gelisah. Anakku membuat guyonan dan terus membuat
orang-orang semobil tertawa tanpa henti. Tangannya juga tidak pernah
berhenti,dia mengguntingkan berbagai bentuk binatang kecil dari kotak bekas
tempat makanan. Sampai ketika turun dari mobil bus,setiap orang mendapatkan
guntingan kertas berbentuk hewan masing-masing,dan mereka terlihat begitu
gembira.
Selepas ujian semester,aku
menerima telpon dari wali kelas anakku. Pertama-tama mendapatkan kabar kalau
rangking sekolah anakku tetap 23. Namun dia mengatakan ada satu hal aneh yang
terjadi. Hal yang pertama kali ditemukannya selama lebih dari 30 tahun
mengajar. Dalam ujian bahasa ada sebuah soal tambahan. Dalam soal itu tertera:
SIAPA TEMAN SEKELAS YANG PALING KAMU KAGUMI DAN APA ALASANNYA?
Dan jawaban dari semua teman
sekelasnya sama,tak ada satu pun yang beda. Mereka serentak menuliskan nama
anakku.
Mereka bilang karena anakku
sangat senang membantu orang,selalu memberi semangat,selalu menghibur,selalu
enak diajak berteman,dan banyak lagi.
Si wali kelas memberi pujian
,,,
“Anak bapak ini kalau
bertingkah laku terhadap orang,benar-benar nomor satu”.
Tak berselang lama aku
mencandai anakku dan berkata padanya ,,,
“Suatu saat kamu akan jadi
pahlawan”.
Anakku yang sedang merajut
selendang leher tiba-tiba menjawab ,,,
“Bu guru pernah mengatakan
sebuah pepatah,ketika pahlawan lewat,harus ada orang yang bertepuk tangan di
tepi jalan.”
Dia lalu melanjutkan ,,,
“Ayah… Aku tidak mau jadi
pahlawan. Aku mau jadi orang yang bertepuk tangan di tepi jalan saja.”
Aku terkejut mendengarnya.
Dalam hatiku pun terasa hangat seketika. Seketika hatiku tergugah oleh anak
perempuanku. Di dunia ini banyak orang yang bercita-cita ingin
menjadi seorang pahlawan,jadi
orang-orang hebat,atau orang terkenal. Namun anakku memilih untuk menjadi orang
yang tidak ‘terlihat’. Seperti akar sebuah tanaman,tidak terlihat,tapi dialah
yang mengokohkan,dialah yang memberi makan dan dialah yang memelihara kehidupan
yang lain.
~ ~ ~
Sahabat medianda terkini,,,
Hidup itu bukan semata-mata
untuk menunjukan siapa yang paling penting,siapa yang paling berperan,atau
siapa yang paling hebat,tapi sederhana saja,siapa yang paling bermanfaat bagi
yang lain… Semoga bermanfaat.
Sumber: tribunnews.com