MediandaTerkini – Sahabat MediandaTerkini yang kami hormati,
Ketahuilah bahwa pekerjaan istri dirumah itu lebih berat dibandingkan pekerjaan
Suami. Seperti halnya ini “ Sore itu, satu minggu yang lalu, saya pulang ke
rumah usai bekerja. Jadwal pulang yang biasanya pada jam empat bertambah satu
jam sebab masih ada pekerjaan yang harus saya selesaikan di kantor. Jadi, saya
pulang jam lima sore.
Terkadang saya memang pulang lebih lama sebab tidak enak
rasanya menunda pekerjaan yang seharusnya diselesaikan.
Meski lebih larut, tetapi saya lega. Sebab sesampainya di
rumah, saya bisa beristirahat dengan tenang tanpa memikirkan beban pekerjaan
yang menumpuk. Itu jauh lebih baik.
Saya sampai di rumah dan membuka pintu. Rumah terlihat sepi,
lampu ruang tamu belum nyala dan beberapa barang terlihat masih berantakan.
Tumben sekali, sebab biasanya saya pulang dengan melihat
rumah yang rapi dan suasana yang hangat. Istri saya tidak suka rumah berantakan
dan ia selalu sigap membereskan segalanya.
Tetapi tidak sore ini. Saya mendapati istri tengah bersantai
di kamar. Dasar saya sudah capek dan kesal. Saya marah padanya sebab membiarkan
rumah berantakan tidak terurus.
Sebagai istri yang baik, seharusnya ia mengurus rumah sebaik
mungkin. Tetapi malah membiarkan saja berantakan dan memilih berleha-leha dalam
kamar.
Istri saya, Yona, adalah seorang wanita karir. Dia
menghabiskan hari-harinya dengan bekerja di kantor yang terletak cukup jauh
dari rumah kami. Saya pun bekerja. Kami berdua sama-sama sibuk. Hanya saja,
setelah menikah, kesibukan Yona bertambah dari sekadar pekerjaan kantor pada
pekerjaan rumah.
Mulai dari menyiapkan sarapan untuk saya, membersihkan
rumah, dan lain sebagainya. Setiap pagi ia bangun lebih pagi dari saya dan
mulai menyiapkan banyak hal. Awalnya saya cuek. Menganggap itu memang tugas
seorang istri yang harus ia lakukan. Toh Yona tanpak menikmati peran barunya
itu.
Begitu terus setiap hari. Bangung pagi, sarapan bersama,
berangkat bekerja, dan pulang sore hari. Tetapi Yona tidak kemudian langsung
beristirahat. Ia melanjutkan beberapa pekerjaan rumah yang masih menggunung
seperti bikin makan malam atau mencuci baju. Ya, dia sangat tangguh dan seperti
banyak tenaga.
Itu sebabnya saya marah sore itu. Sebab istri saya mendadak
jadi malas. Saya sudah membayangkan suasana rumah yang bersih saat pulang,
tetapi malah dikecewakan dengan kenyataan ini.
Saya pikir ini bukan situasi yang nyaman, sehingga, ya saya
marah.
Tetapi kala itu saya benar-benar di luar kontrol, kemarahan
seperti hanya dampak dari rasa letih yang bertumpuk dalam tubuh. Sayangnya,
Yona juga tengah capek. Dan ia berbalik marah pada saya.
Selanjutnya, yang terjadi adalah pertengkaran rumah tangga
sepasang pengantin muda.
Bagian pertengkaran tentu tidak menarik untuk diceritakan.
Hanya saja, Yona akhirnya mau bercerita betapa lelahnya dia.
Betapa pekerjaa rumah tangga dan kantor yang harus
dikerjakan setiap hari membuat tenaganya habis terkuras tak bersisa. Dan saya,
suaminya, malah marah-marah tanpa pernah belajar mengerti bahwa menjadi istri
yang bekerja seharian penuh itu tidak mudah.
Akhirnya saya menyerah. Memilih diam dan membiarkan Yona
bicara semaunya selama ia mau. Salah seorang memang harus mengalah dan diam
saat pertengkaran terjadi. Dan pada kesempatan kali ini, saya yang mengalah dan
diam.
Sampai pada suatu ucapan yang mengena telak pada diri saya.
Ya, dia bilang lelah harus selalu mengalah mengerjakan segalanya sementara
suaminya ini tidak pernah mau membantu. Memang saya biasanya bekerja lebih alam
di kantor, tetapi soal rumah hanya ditangani Yona.
Saya lebih suka nonton tivi atau minum kopi.
Seakan pekerjaan dalam rumah bukanlah tanggung jawab seorang
suami. Itu hanya tanggung jawab istri. Padahal saya juga tinggal di dalam
rumah. Istri saya bilang, kamu hanya merasakan rumah sebagai surga tempat
beristirahat, bukan tempat tinggal yang perlu dirawat dan dijaga.
Di rumah, saya tinggal seperti orang datang ke penginapan.
Tinggal makan dan tidur. Sementara Yona menjadikan rumah sebagai tempat bekerja
yang lain.
Ia dituntut untuk menjadi koki, tukang bersih-bersih, atau
segala macam jenis pekerjaan lain. singkat kata, seorang istri memiliki banyak
sekali peran berbeda dalam rumah.
Nah, kalau saya, sesekali memang dapat pekerjaan seperti
membenarkan genteng yang bocor, angkat-ngkat barang berat. Tetapi itu hanya
sesekali, bukan setiap hari. Ya, pekerjaan tambahan saya sangat sedikit dan
jarang terjadi. Itu benar. Saya akui.
Kira-kira demikianlah apa yang istri kecintaan saya itu
katakan. Pertengkaran itu terjadi saat saya masih berdiri di depan pintu kamar
dengan pakaian kantor lengkap. Tidak terlalu lama memang sebab diam membuat
pertengkaran cepat selesai.
Namun dampaknya cukup panjang. Istri saya itu, seperti
tangah membuktikan betapa berat pekerjaannya. Pagi setelahnya ia membiarkan
saya memasakan sarapan sendiri. Tentu saja rasanya tidak enak dan butuh waktu
lebih lama untuk membuat masakan. Duh, susah juga masak ini.
Hampir saja say aterlambat masuk kantor sebab membuat
sarapan terlebih dahulu. Kalau selama satu minggu saya buat sarapan sendiri,
mungkin saya akan benar-benar terlambat sebab kelelahan. Lalu bagaimana istri
saya yang sudah berbulan-bulan lamanya menyiapkan sarapan buat saya. ditambah
mencuci baju, ditambah menyapu rumah dan sebagainya dan sebagainya. Banyak
sekali. Pasti capek luar biasa.
Di kantor, pikiran itu membayang membuat saya tidak cukup
konsentrasi bekerja hari itu. Hmm, saya berpikir bahwa istri saya bekerja
dengan banyak beban pikiran ynag tertinggal di rumah.
Berat sekali jadi istri plus seorang wanita karir. Beban
pekerjaan jadi bertambah dan membuat waktu beristirahat atau bersenag-senang
jadi berkurang drastis. Hidup seakan diperuntukkan hanya untuk bekerja.
Padahal setiap orang seharusnya bisa merasakan waktu luang
untuk bersantai atau bersenang-senang. Tetapi seorang istri bekerja keras. Bekerja
terlalu banyak melebihi keharusannya.
Hari itu saya benar-benar tidak konsentrasi dan ingin segera
menyelesaikan pekerjaan. Ingin segera pulang menemui istri dan mencoba
tersenyum atau apalah sebagai bentuk permintaan maaf.
Tidak seharusnya saya langsung marah saat melihat kondisi
rumah berantakan, tidak dapat sambutan yang hangat dari istri, dan lain
sebagainya. Mungking saya bisa belajar untuk lebih mengerti bahwa tugas seorang
istri benar-benar berat. Tetapi laki-laki seringkali merasa kalau pekerjaannya
lebih berat. Padahal itu salah. Sebab pekerjaan dalam rumah tidak bisa dibilang
ringan.
Butuh waktu, kemampuan, dan kemauan yang hebat.
Seharusnya seorang suami mau menghargai kerja keras istrinya
dengan harga yang pantas. Bukan malah marah-marah hanya sebab terlambat masak
atau terlambat beres-beres rumah. Seorang istri adalah sosok yang mau menjadi
koki, dokter, penjaga rumah, bahkan juga mau mencari nafkah.
Sudah selayaknya ia diperlakukan dengan baik dan dihargai
atas segala kerja kerasnya. Semoga bermanfaat dan menginspirasi