MediandaTerkini – Sahabat
medianda terkini semua orang tentu memiliki permintaan tersendiri kepada Allah
Swt. Namun tidak semua permintaan atau doa tersebut dikabulkan. Sering bedoa
kepada Allah dengan khusuk tapi belum kunjung dikabulkan oleh Allah SWT. Pasti
ada yang salah dalam doamu meski kamu tidak menyadari. Kamu perlu tahu 7
catatan penting dalam doa.
Sahabat medianda terkini mengutip
rumaysho, berikut beberapa catatan penting mengenai doa.
1.
Mengapa Doaku Tak Kunjung Terkabul?
Jika seorang muslim berdoa pada
Allah agar diberi rezeki dan diberi keturunan, akan tetapi doanya tak kunjung pula
terkabul, apakah seperti itu adalah buah dari tidak diterimanya amalan?
Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
‘Abdillah bin Baz rahimahullah diajukan pertanyaan seperti di atas. Lalu
jawaban beliau rahimahullah,
Ada berbagai faktor yang
menyebabkan doa tak kunjung dikabulkan. Doa tersebut tidak terkabul boleh jadi
karena jeleknya amalan, maksiat dan kejelekan yang seseorang perbuat. Boleh
jadi juga sebabnya adalah karena makan makanan yang haram. Juga bisa jadi
karena ia berdoa biasa dalam keadaan hati yang lalai. Boleh jadi pula karena
sebab lainnya.
2.
Tiga Cara Doa itu Terkabul
Dari Abu Sa’id radhiyallahu
‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما مِنْ مُسْلِمٍ يَدْعُو بِدَعْوَةٍ لَيْسَ فِيهَا إِثْمٌ وَلاَ قَطِيعَةُ رَحِمٍ إِلاَّ أَعْطَاهُ اللَّهُ بِهَا إِحْدَى ثَلاَثٍ إِمَّا أَنْ تُعَجَّلَ لَهُ دَعْوَتُهُ وَإِمَّا أَنْ يَدَّخِرَهَا لَهُ فِى الآخِرَةِ وَإِمَّا أَنْ يَصْرِفَ عَنْهُ مِنَ السُّوءِ مِثْلَهَا ». قَالُوا إِذاً نُكْثِرُ. قَالَ « اللَّهُ أَكْثَرُ ».
“Tidaklah
seorang muslim memanjatkan do’a pada Allah selama tidak mengandung dosa dan
memutuskan silaturahmi (antar kerabat, pen) melainkan Allah akan beri padanya
tiga hal: (1) Allah akan segera mengabulkan do’anya, (2) Allah akan
menyimpannya baginya di akhirat kelak, dan (3) Allah akan menghindarkan darinya
kejelekan yang semisal.” Para sahabat lantas mengatakan, “Kalau begitu kami
akan memperbanyak berdo’a.” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas berkata,
“Allah nanti yang memperbanyak mengabulkan do’a-do’a kalian.” (HR. Ahmad, 3:18. Syaikh Syu’aib Al-Arnauth
menyatakan bahwa sanad hadits ini jayyid.)
Contoh gampangnya seperti
seorang dokter. Ia mendapati pasien yang sakit dan ingin diobati. Si pasien
mengeluhkan penyakitnya seperti ini dan seperti ini. Lantas dokter pun
memberikan ia resep obat. Boleh jadi yang ia beri adalah yang persis yang
diminta oleh si pasien. Boleh jadi pula dokter beri resep yang lebih baik,
lebih dari yang si pasien kira. Boleh jadi pula si dokter memberi resep obat
yang lain, tidak seperti yang si pasien minta, namun dokter tersebut tahu mana
yang terbaik. Demikianlah permisalan terkabulnya do’a.
Catatan ini terinspirasi dari
kitab mungil yang ditulis oleh Khalid Al-Husainan, dengan judul Aktsar min 1000
Da’wah fil Yaum wal Lailah.
3.
Doa Bisa Menolak Takdir
Dari Salman Al-Farisi
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
لاَ يَرُدُّ الْقَضَاءَ إِلاَّ الدُّعَاءُ وَلاَ يَزِيدُ فِى الْعُمُرِ إِلاَّ الْبِرُّ
“Yang
dapat menolak takdir hanyalah doa. Yang dapat menambah umur hanyalah amalan
kebaikan.” (HR. Tirmidzi, no. 2139 dalam Kitab Al-Qadr, Bab “Tidak ada yang
menolak takdir kecuali doa”. Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits
Ash-Shahihah, no. 154, 1:286-288, menyatakan bahwa hadits ini hasan.)
Yang dimaksud doa bisa menolak
takdir terdapat dua makna:
a. Kalau seseorang tidak berdoa,
maka takdirnya seperti itu saja
b. Kalau seseorang berdoa,
takdir akan dijalani dengan mudah. Yang terjadi seakan-akan takdir yang jelek
itu tertolak.
Catatan ini bersumber dari
kitab Arba’una Haditsan, Kullu Haditsin fii Khaslatain, hlm. 139-141 karya Prof.
Dr. Shalih bin Ghanim As-Sadlan.
4.
Faedah Berdoa dengan Lirih
a. Menunjukkan keimanan yang benar karena yang
memanjatkan doa tersebut mengimani kalau Allah itu mendengar doa yang lirih.
b. Ini lebih menunjukkan adab dan pengagungan.
Hal ini dimisalkan seperti rakyat, ia tidak mungkin mengeraskan suaranya di
hadapan raja. Siapa saja yang berbicara di hadapan raja dengan suara keras,
tentu akan dibenci. Sedangkan Allah lebih sempurna dari raja. Allah dapat
mendengar doa yang lirih. Sudah sepantasnya dalam doa tersebut dengan beradab
di hadapan-Nya yaitu dengan suara yang lemah lembut (lirih).
c. Lebih menunjukkan kekhusyu’an dan ini adalah
ruh dan inti doa.
d. Lebih menunjukkan
keikhlasan.
e. Lebih mudah menghimpun hati
untuk merendahkan diri dalam doa, sedangkan doa dengan suara keras lebih
cenderung tidak menyatukan hati.
f. Doa yang lemah lembut
menunjukkan kedekatan orang yang berdoa dengan Allah. Itulah pujian Allah pada
Zakariya,
إِذْ نَادَى رَبَّهُ نِدَاءً خَفِيًّا
“Tatkala
Zakariya berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut.” (QS. Maryam: 3)
Disebutkan bahwa para sahabat
pernah bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam perjalanan.
Mereka mengeraskan suara mereka saat berdoa. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, “Wahai sekalian manusia, lirihkanlah suara kalian. Kalian tidaklah
berdo’a pada sesuatu yang tuli lagi ghoib (tidak ada). Yang kalian seru (yaitu
Allah), Maha Mendengar lagi Maha Dekat. Sungguh yang kalian seru itu lebih
dekat pada salah seorang di antara kalian lebih dari leher tunggangannya.” (HR.
Ahmad 4:402. Sanad hadits ini shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim, sebagaimana
dikatakan oleh Syaikh Syu’aib Al-Arnauth).
g. Doa yang dibaca lirih akan
ajeg (kontinu) karena anggota tubuh tidaklah merasa letih (capek) yang cepat,
beda halnya jika doa tersebut dikeraskan. Doa yang dikeraskan tidak bisa berdurasi
lama, beda halnya dengan doa yang lirih.
h. Doa lirih lebih selamat dari
was-was dibandingkan dengan doa yang dikeraskan. Doa yang dijaherkan akan lebih
membangkitkan sifat basyariah (manusiawi) yaitu ingin dipuji atau ingin
mendapatkan maksud duniawi, sehingga pengaruh doa jadi berkurang.
i. Setiap nikmat pasti ada yang
hasad (iri atau dengki). Termasuk dalam hal doa, ada saja yang iri (hasad) baik
sedikit atau banyak. Karena bisa ada yang hasad, maka baiknya memang doa itu
dilirihkan biar tidak ada iri ketika yang berdoa itu mendapatkan nikmat.
j. Dalam doa diperintahkan
untuk lemah lembut, sebagaimana dalam dzikir. Perintah dalam dzikir,
وَاذْكُرْ رَبَّكَ فِي نَفْسِكَ تَضَرُّعًا وَخِيفَةً وَدُونَ الْجَهْرِ مِنَ الْقَوْلِ بِالْغُدُوِّ وَالْآَصَالِ وَلَا تَكُنْ مِنَ الْغَافِلِينَ
“Dan
sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut,
dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah
kamu termasuk orang-orang yang lalai.” (QS. Al-A’raf: 205). Mujahid dan Ibnu
Juraij menyatakan bahwa ayat tersebut berisi perintah untuk mengingat Allah
dengan hati dengan menundukkan diri dan bersikap tenang tanpa mengeraskan suara
dan tanpa berteriak-teriak. Bersikap seperti inilah yang merupakan ruh doa dan
dzikir.
Catatan ini disarikan dari
Majmu’ah Al-Fatawa karya Ibnu Taimiyah, 15:15-20.
5.
Berdoa Sesudah Shalat
Allah Ta’ala berfirman,
فَإِذَا فَرَغْتَ فَانْصَبْ (7) وَإِلَى رَبِّكَ فَارْغَبْ (8)
“Maka
apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan
sungguh-sungguh (urusan) yang lain dan hanya kepada Rabbmulah hendaknya kamu
berharap.” (QS. Alam Nasyrah: 1-8)
‘Ali bin
Abi Thalhah berkata, dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata, “Jika engkau telah selesai
(dari shalat atau ibadah, pen.), maka berdo’alah.” Ini jadi dalil sebagian
ulama dibolehkan berdoa setelah shalat fardhu. (HR. Ath-Thabari dengan sanad
yang tsabit dari ‘Ali)
Ibnul Qayyim menyatakan masih
boleh berdoa setelah membaca dzikir bada shalat. Namun berdoa dalam shalat
lebih afdal karena saat itu orang yang shalat sedang bermunajat dengan Allah.
Ini catatan dari Tafsir
Al-Qur’an Al-‘Azhim karya Ibnu Katsir, 7:599 dan Zaad Al-Ma’ad karya Ibnul
Qayyim, 1:249-250.
6.
Berdoa dengan Selain Bahasa Arab dalam Shalat
Imam Nawawi rahimahullah
menjelaskan
[Untuk doa ma’tsur]
Adapun jika doanya itu ma’tsur
(berasal dari Al Quran dan As Sunnah), maka ada tiga pendapat dalam masalah ini
di kalangan ulama Syafi’iyah.
Pendapat pertama, bagi yang
tidak mampu berbahasa Arab, maka ia boleh membaca terjemah dari doa tersebut.
Namun bagi yang mampu berbahasa Arab, tidak dibolehkan baginya membaca
terjemahnya. Jika ia mampu berbahasa Arab dan tetap memakai terjemah, shalatnya
batal.
Pendapat kedua, boleh membaca
terjemah bagi yang bisa berbahasa Arab ataukah tidak.
Pendapat ketiga, tidak
dibolehkan membaca terjemah baik yang mampu berbahasa Arab ataukah tidak karena
pada saat itu tidak disebut darurat.
[Untuk doa yang tidak ma’tsur]
Untuk doa yang tidak ma’tsur
(tidak berasal dari Al Quran dan As Sunnah) dengan selain bahasa Arab, maka
tidak dibolehkan dan ini tidak ada khilaf dalam madzhab Syafi’i dan shalatnya
bahkan menjadi batal. Hal ini berbeda jika seseorang membuat-buat doa dengan
bahasa Arab, maka seperti itu dibolehkan dalam madzhab Syafi’i tanpa ada
khilaf.
Ini catatan dari Al-Majmu’
Syarh Al-Muhaddzab karya Imam Nawawi, 3:181.
7.
Berdoa Tak Perlu Terlalu Diperinci
‘Abdullah
bin Mughoffal pernah mendengar puteranya berdoa, “Ya Allah, jika aku masuk
surga berikanlah kepadaku istana berwarna putih di sebelah kanan surga.”
‘Abdullah
lalu berkata pada puteranya, “Wahai anakku jika berdoa mintalah pada Allah
surga dan mintalah agar dijauhkan dari neraka karena aku pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan datang pada umat ini
orang-orang yang berlebihan dalam bersuci dan dalam berdoa.” (HR. Abu Daud, no.
96; Ibnu Majah, no. 3864. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini shahih.)
Doa yang terbaik adalah doa
yang jawami’ul kalim, yang singkat namun sarat makna seperti doa-doa yang
dicontohkan dalam Al-Qur’an dan yang dicontohkan oleh Nabi kita shallallahu
‘alaihi wa sallam.
Catatan ini diambil dari Fatwa
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid dalam fatwa Islamqa, no. 41017.
Nah sahabat medianda terkini semoga
tujuh catatan ini menjadi ilmu yang berharga dan bermanfaat.